JAKARTA, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID — Jaringan Pembela Perempuan Korban Kekerasan Seksual mengapresiasi DPR RI yang telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual menjadi RUU Inisiatif DPR RI. Perjalanan panjang selama delapan tahun memperjuangan RUU TPKS akhirnya menuai hasil yang membahagiakan, tidak hanya untuk korban kekerasan seksual tetapi juga untuk masyarakat Indonesia.
“RUU inisiatif DPR adalah hasil perjuangan gerakan jaringan perempuan juga DPR untuk rakyat Indonesia terutama para korban beserta pendamping korban kekerasan seksual yang sangat membutuhkaan dan sudah menantikan RUU ini cukup lama,” ujar Ratna Batari Munti.
Dalam siaran pers yang diterima redaksi RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID, Jaringan Pembela Perempuan memberikan sejumlah masukan =setelah RUU TPKS disahkan menjadi RUU Inisiatif DPR RI. Berikut diantaranya:
1. Mendorong pemerintah segera menerbitkan Surat Presiden (Surpres) dan menyusun draf sandingan (Daftar Inventarisasi Masalah) dengan melibatkan partisipasi kelompok masyarakat sipil yang fokus dan bekerja untuk dan bersama korban.
2. Mendorong pemerintah dan DPR RI membahas RUU TPKS secara transparan, partisipatif, dan mengakomodir pengalaman perempuan korban, kelompok rentan dan pendamping korban sebagai perempuan pembela hak-hak asasi manusia dan hak perempuan.
3. Mengajak publik mengawal bersama-sama agar RUU TPKS dapat dibahas dan disahkan sesuai tujuan pembentukan RUU TPKS. Memastikan RUU ini tidak memasukkan isu-isu kesusilaan agar tidak tumpang tindih dengan UU atau RUU KUHP yang telah mengakomodasi tindak pidana kesusilaan seperti perzinaan atau penyimpangan seksual atau sejenisnya yang tidak relevan. Sebab RUU TPKS adalah aturan khusus untuk merespon persoalan kekerasan seksual mulai dari pencegahan, penanganan-pendampingan hingga pemulihan korbannya. Pengaturan kesusilaan berpotensi memperkuat stigma serta reviktimisasi korban, membuat korban enggan melaporkan kasusnya untuk mendapatkan hak-hak dan keadilan, dan berpotensi menghapus impunitas para pelaku kekerasan seksual. ***