Disdikbud Jeneponto Diterpa Isu Pungli Berkedok Jambore Nasional

  • Bagikan
Ilustrasi Pungli

JENEPONTO, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID -- Praktik pungutan liar (Pungli) ditenggarai terjadi pada lingkup Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Jeneponto. Dugaan pungli tersebut berkedok biaya Jambore Nasional yang akan dilaksanakan di Bali pada Agustus 2022 mendatang.
Praktik pungli tersebut diduga dilakukan oleh Koordinator Wilayah (Korwil) Dinas Pendidikan. Salah seorang guru mengaku dimintai uang. Permintaan itu dilakukan oleh kepala sekolah namun atas perintah dari Korwil.
"Dimintai ki Rp50 ribu sama kepala sekolah kalau sertifikasi keluar pak, katanya itu perintahnya korwil pendidikan untuk biaya Jambore Nasional pada bulan Agustus mendatang," kata guru yang meminta namanya tak disebutkan kepada wartawan, Jumat, 15 April 2022.
Menurut dia, bukan hanya pihak guru saja, melainkan para kepala sekolah juga diharuskan membayar sebesar Rp100 ribu. 
"Yang kudengar, rata-rata kepala sekolah juga mengeluh karena disuruh juga membayar Rp100 ribu pak. Biar tidak ikut tetap disuruh membayar. Yang jelas satu Jeneponto semua guru dan kepsek dimintai uang pak," tandasnya.
Sementara Koordinator Wilayah Kecamatan Tamalatea, Rahim Sila membantah hal itu. Menurutnya, pembayaran itu berdasarkan dari hasil rapat di kabupaten jika semua Korwil di kecamatan menawarkan sumbangan. 
"Jadi itu tidak dipaksa. Tidak adapi juga orang yang menyumbang," kata dia kepada wartawan 
Ia pun menjelaskan jika permintaan itu disebabkan lantaran adanya peserta jambore yang harus dibiayai. Namun hal itu berbeda dengan peserta yang sudah lolos sebelumnya.
"Nah, sebanyak 40 orang. Jadi itu yang ditawarkan kepada setiap kepala sekolah dengan biaya Rp100 ribu dan untuk guru Rp50 ribu itu untuk yang sertifikasi tapi tidak dipaksa. Jadi salah itu kalau dikatakan Pungli," terangnya. 
Bahkan, ia berdalih jika apa yang sudah dilakukan oleh pihaknya bukanlan praktik pungli. Melainkan hanya sumbangsi saja.
"Ini sumbangan. Mau dibayar silahkan, jika tidak, tidak juga ada paksaan dalam hal sumbangan itu," cetusnya.
Sebelum konsep ini diberlakukan, kata dia, pihaknya sudah melakukan rapat terlebih dahulu di kecamatan.
"Kita sudah bertemu dengan kepala sekolah lalu menyampaikan ke guru-guru begitu tapi tidak dikatakan harus dipaksakan," sambungnya.
Kendati demikian, Ia mengaku tak mempermasalahkan hal ini apabila ada kepala sekolah maupun guru yang tak ingin berpartisipasi.
"Oh tidak karena kita bisa sanksi apabila ada aturan dan aturan itu harus dilaksanakan, maka pasti akan disanksi dan apabila tidak maka otomatis sanksi itu tidak ada," tegas Rahim Sila.
Terpisah, Kepala Bidang Ketenagaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jeneponto, Rahmat Sasmito angkat bicara. Menurutnya, iuran yang dibebankan kepada kepala sekolah maupun guru itu dianggap wajar lantaran mereka disebut memiliki pendapatan yang memadai. Seperti sertifikasi atau TPG akan cair bersamaan dengan THR.
"Jadi apakah kita mau nyumbang Rp Rp 50 ribu sampai Rp 100 ribu sama saja kita menyumbang dengan anak yang kurang mampu, seikhlasnya saja tidak ada paksaan," kata Sasmito belum lama ini.
Namun hal yang diungkapkan oleh Rahmat terkesan memaksakan. Pasalnya Ia berasumsi jika peserta yang akan diberangkatkan itu dari kalangan kurang mampu.
"Kemungkinan anak jambore nasional akan diisi 6 anak atau 60 sampai 80 persen oleh anak-anak yang kurang mampu. Masa hanya gara-gara orang tuanya tidak mampu anaknya yang berprestasi tidak bisa kita berangkatkan," akuinya.
Di sisi lain, Pemkab Jeneponto seolah tidak mampu membiayai kegiatan jambore nasional itu, bahkan kegiatan itu dianggap dipaksakan. Pengurus Kwarcab Tarowang ini mengaku jika anggaran pemda dinilai tak cukup.
"Ada dana APBD tapi tidak cukup sedangkan dana APBD kan tidak bisa kita geser-geser kalau pagunya tidak cukup. Jadi kita meminta partisipasinya, apa sih salahnya sifat gotong royong. Kalau dia mau nyumbang 50, 25, 5, 10, 100 ribu yah masing-masing individu," tandasnya.
Kata dia, sumbangan tersebut sama sekali tak banyak bahkan dianggap suatu hal yang lumrah.
"Ah enggak. Kalau estimasinya itu kalau total kebutuhan dana itu kalau tidak salah lebih Rp 1 juta karena ada iuran yang kita setor ke panitia jambore nasional. Kalau guru dikatakan tidak mampu, saya kira terlalu  kelewatan. Untuk bulan ini dia terima THR, gaji, kita bayarkan TPGnya," pungkasnya. (sid/has/B)

  • Bagikan

Exit mobile version