Obituari Abdi Satria, Kamus Berjalan Sepak Bola Indonesia asal Makassar

  • Bagikan
Abdi Satria saat liputan Olimpiade Athena.

MAKASSAR, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID – Wartawan senior, yang mengabdikan hidupnya untuk sepakbola, Abdi Satria meninggal dunia Jumat 22 Juli 2022 dan dimakamkan di Makassar, Sabtu siang 23 Juli 2022. Abdi Satria pernah bergabung dengan Harian Fajar dan terakhir tercatat sebagai kontributor Bola.com dan Bola.net.

Abdi yang berstatus wartawan senior alumnus dua media besar olahraga Tanah Air, Tabloid Bola dan Gema Olahraga, mulai bertugas di Bola.com sejak awal berdiri pada 2015. Almarhum tak hanya dikenal sebagai jurnalis, tapi juga penggiat sepak bola nasional. Di sela-sela aktivitasnya mengirim berita, Abdi merupakan pengurus SSB Bank Sulsel.

Dikenal sebagai pribadi yang pekerja keras, Abdi bagaikan kamus berjalan sepak bola Indonesia. Abdi di saat aktif menjadi wartawan media cetak telah melanglang buana ke berbagai event olahraga bergensi dunia. Salah satu ajang internasional paling berkesan yang membekas di hati almarhum adalah perjalanannya di Piala Dunia 2008.

Pengalamannya meliput Piala UEFA diceritakan dalam sebuah feature berjudul CERITA BOLA: Assalamualaikum Yazid, Perjalanan Mengejar Zinedine Zidane ke Bordeaux.

Dalam tulisannya Abdi bercerita soal petualangannya berburu bintang besar asal Prancis, Zinedine Zidane selama perhelatan event akbar. Zidane dikenal sosok yang tertutup kehidupannya. Ia jarang membuka diri ke media. Berikut ini cerita pengalamannya bersua sang playmaker legendaris yang mempersembahkan tiga trofi Liga Champions buat Real Madrid sebagai pelatih:

 

Momen Meliput Bordeaux vs Bayern Munchen

Ketika Tabloid GO, tempat bekerja dulu, menugaskan saya meliput second leg Piala UEFA 1995-1996 yang mempertemukan tuan rumah Bordeaux vs Bayern Munchen, 23 Mei 1996.

Mendapat kesempatan bersua dengan pemain yang digadang-gadang menjadi bintang membuat saya sangat antusias terbang ke Prancis.

Setiba di Paris, saya langsung menuju Stasiun Gare Montparnasse, membeli tiket kereta api menuju Bordeaux yang berjarak 3 jam perjalanan darat.

Saya tiba di Bordeaux pada sore. Setelah menaruh koper di hotel, saya bergegas menuju sekretariat panitia Piala UEFA untuk mengurus ID Card. Baru pada besok siang hari, saya mengunjungi kantor klub Bordeaux yang berada di area kem latihan.

Dengan penuh semangat, saya menemui petugas di kantor klub sekalian mengabarkan kedatangan saya.

Sebelumnya, saya sempat melakukan korespondensi dengan pihak Bordeuaux untuk bisa bertemu dengan Zinedine Zidane sekaligus melakukan wawancara khusus.

Tapi, jawaban yang diberikan oleh petugas membuat saya kaget bukan kepalang. Saya boleh melakukan wawancara setelah menyetor dana ribuan euro ke manajemen klub. Tapi, saya tidak kehilangan akal. Dengan alasan ingin menghubungi kantor di Jakarta, saya segera keluar dari ruangan.

Dibantu Fotografer

Gagal dengan rencana awal, saya melakukan usaha lain yakni langsung mencegat Zidane usai latihan timnya. Saya sungguh beruntung, di halaman kantor, saya berpapasan dengan seorang fotografer AFP, kantor berita Prancis yang sudah lupa namanya. Setelah berbasa-basi sedikit, saya mengutarakan niat saya bertemu Zinedine Zidane. Ternyata, Ia siap membantu.

"Itu gampang. Saya kenal baik denga Zizou (zidane). Nanti usai latihan, Anda akan saya pertemukan dengan Zizou," katanya. Saya tentu senang bukan kepalang. Betul juga, usai latihan, fotografer AFP itu mengajak saya mencegat Zidane sebelum sesi jumpa pers. Saya pun segera menyiapkan jurus jitu agar Zidane mendapat kesan positif di pertemuan kami yang hanya berlangsung tak lebih dari lima menit.

Saya pun langsung menyapa Zidane yang menghentikan langkahnya setelah dipanggil sang fotografer. Saya mengucapkan Assalamualaikum dan memanggilnya dengan nama Yazid, sesuai panggilan kesehariannya di kalangan komunitas muslim Aljazair.

Zidane terlihat kaget dan kemudian tersenyum serta menjabat tangan saya dengan erat. Zidane pun terlihat senang ketika saya menyodorkan baju batik dan memberi tahu kepadanya bahwa baju tradisional Indonesia ini sangat disukai oleh Nelson Mandela, tokoh yang dikagumi orang Afrika.

Ia pun spontan menerima permintaan saya untuk foto bersama dan menjawab beberapa pertanyaan sambil menuju lokasi jumpa media. Rencana saya untuk laporan khusus terkait Zidane akhirnya terwujud.

Kesedihan terbesar saya saat ini adalah, seluruh album foto kenangan saya ketika liputan di luar negeri, hilang. Termasuk foto-foto bersama Zidane. Maklum, pada 1990-an belum era digital sehingga jika album fisik dan klise hilang, tamat sudah.

Satu-satunya foto saya yang tersisa ialah bersama Carlos Tevez di Olimpiade 2004 Athena.

Sayang Keluarga dan Cinta Mati Sepak Bola Indonesia

Sepanjang berkarya di Bola.com Abdi bertugas melaporkan perkembangan klub PSM Makassar. Berbekal pengetahuannya yang luas tentang sepak bola nasional ia kerap menulis feature-feature nostalgia.

"Abang ini wartawan tua, sudah pasti kalah kecepatan dengan jurnalis-jurnalis muda, tapi kau enggak usah takut Yos. Kalau kalian minta abang menulis cerita-cerita sepak bola nasional masa lalu, akan dengan senang hati abang lakukan. Masih belum pikun lha abang," cerita almarhum Abdi Satria dalam sebuah percakapan telepon dengan penulis ketika dimintai tolong menulis sejarah Liga Indonesia di medio 1990-an.

"Sepak bola Indonesia itu bobrok tapi entah kenapa saya tidak pernah bisa meninggalkannya. Sudah kadung cinta mati. Sepak bola Indonesia adalah hidup abang," timpalnya lagi diiringi tawa yang khas.

Abdi yang merupakan sahabat dekat sekaligus teman ngopi rutin di sebuah kedai di kawasan Karebosi, pelatih legendaris PSM, Syamsuddin Umar, menurunkan bakat sepak bolanya ke kedua putranya.

Saking cintanya pada sepak bola, kedua putranya. Salah satunya, Ahmad Rajendra Paturusi  kini jadi pelatih SSB yang dikelolanya. Abdi dikenal sebagai pribadi yang sayang keluarga. Ia hidup tenang bareng istrinya dan ketiga anaknya.

"Muliakan istri dan ibumu. Itu saja, tak usah lain-lain. Hidupmu akan tenang dan semoga kariermu akan terus menanjak," nasehat almarhum pada penulis di awal masa pandemi.

Pria dengan rambut uban khas, pribadi yang ceplas-ceplos. Selalu antusias jika membicarakan istri tercinta. "Honorku jangan telat ya Yosia, tolong kasih tahu ke bagian administrasi kantor. Buat uang jajan nyonya," katanya

Karya Terakhir

Akhir bulan Mei 2022, Abdi Satria sempat berkunjung di Jakarta. Ia menghadiri acara reuni SMA-nya. Kami pun sempat mengatur janji berjumpa setelah beberapa tahun tak berkontak fisik. Sebelum di Bola.com, penulis sudah menjalin persahabatan dengan almarhum, saat di Tabloid Bola.

Sayang perjumpaan gagal terwujud karena kesibukannya. Ia sempat menyampaikan permintaan maaf soal batalnya kami berjumpa. "Maaf ya Yos, kita batal berjumpa. Aku harus urus bapakku yang sudah sepuh. Kau jaga juga ya Papamu."

Abdi cukup akrab dengan sosok ayah penulis. Ia pernah mendampingi saya mencari rumah masa kecil ayahanda yang terletak di belakang Stadion Mattoangin, Makassar. Keduanya sosok yang sangat fanatis ke PSM Makassar. Abdi tahu benar ayahanda penulis merupakan teman masa kecil legenda sepak bola Makassar, Ronny Pattisarany.

Ayah almarhum yakni Aspar Paturusi merupakan salah satu tokoh perfiman nasional yang tinggal di Kuningan, Jakarta. Lulusan Fisipol Universitas Hasanuddin sedih mendengar berita kepulangan ayah penulis.

Kesedihan amat saya rasakan mendengar kabar kepergiannya pada Jumat (22/7/2022). Kepergian Abdi terasa mendadak. Ia masih sempat mengirimkan tulisan ke Bola.com pada pagi harinya dengan judul Panpel PSIS Punya Persiapan Khusus untuk Laga Perdana BRI Liga 1 di Stadion Jatidiri.

Sebelum wafat karena serangan jantung menjelang magrib, Abdi Satria masih sempat bercengkrama dengan suporter fanatis PSM Makassar. Mereka bersenda gurau membicarakan klub kesayangan.

Selamat jalan Daeng, Abdi Satria. Berita-berita dan cerita-cerita tentang PSM dan sepak bola kita akan kami rindukan.

Obituari ini ditulis oleh Ario Yosia, Redaktur Pelaksana Bola.com

  • Bagikan