BULUKUMBA, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID -- Kejaksaan Negeri (Kejari) Bulukumba sebagai Tim Pengawal dan Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) dalam program realisasi anggaran Dinas Kesehatan (Dinkes) tahun 2019.
Berdasarkan informasi yang dihimpun RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID, realisasi anggaran termasuk di dalamnya anggaran Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan Jaminan Persalinan (Jampersal) 2019 pada saat itu turut diawasi oleh Kejari Bulukumba yang tergabung dalam TP4D.
Namun pada kenyataannya, terdapat penyelewengan anggaran baik itu dana BOK dan Jampersal pada tahun anggaran 2019. Penyelewengan anggaran tersebut justru baru terungkap kurang lebih dua tahun setelah TP4D bertugas.
Meski penanganan kasus Jampersal ditangani oleh Kejari Bulukumba, namun kasus tersebut telah mencuat ke permukaan sebelum ditangani.
Kasi Pidsus Kejari Bulukumba, Thirta Massaguni membenarkan bahwa Kejari Bulukumba memang menjadi TP4D berdasarkan permintaan dari Dinkes Kabupaten Bulukumba saat itu.
Namun menurutnya program Jampersal tidak termasuk dalam agenda pengawasan TP4D. "Tidak diawasi kalau Jampersal. Revisi saat itu," kata Thirta saat dikonfirmasi RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID melalui WhatsApp, Kamis, 28 Juli 2022.
Padahal dalam permohonan pendampingan oleh Dinkes Bulukumba saat itu terdapat beberapa poin program di antaranya, Pembangunan Puskesmas Balang Taroang dengan anggaran Rp 3,4 miliar.
Selanjutnya, pengadaan Ipal di empat puskesmas dengan total anggaran Rp 2 miliar, BOK anggaran Rp 17,5 miliar dan Jampersal Rp 3,3 miliar.
Namun menurut Thirta saat itu pengawasan khusus program Jampersal dibatalkan. "Hanya Jampersal yang dibatalkan. Yang lainnya iya," katanya.
Sebelumnya juga, penetapan tersangka kasus dugaan korupsi Jaminan Persalinan (Jampersal) Dinas Kesehatan (Dinkes) Bulukumba tahun anggaran 2019 oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Bulukumba dinilai janggal.
Kejari Bulukumba telah resmi mengumumkan tersangka kasus Jampersal pada 20 Juli 2022, hanya ada satu nama yang ditetapkan sebagai tersangka yakni Ernawati selaku mantan Kasubag Keuangan di Dinkes Bulukumba 2019.
Penetapan tersangka ini dinilai janggal oleh Syahban Munawir selaku salah seorang praktisi hukum.
Pasalnya ia menganggap yang ditetapkan sebagai tersangka ini posisinya di Dinkes pada waktu itu hanya Kasubag yang secara jabatan perannya sangat terbatas.
"Seperti diketahui Ernawati pada waktu itu kan hanya menjabat sebagai Kasubag Keuangan, jadi kewenangannya pada waktu itu juga sangat terbatas," ujar Syahban Munawir kepada RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID, Rabu, 27 Juli 2022.
Olehnya Syahban Munawir menganggap bahwa penetapan tersangka kasus Jampersal yang hanya menetapkan satu orang tersangka sebagai salah satu indikasi tumpulnya penyidik kejaksaan dalam menangani kasus korupsi.
Menurut Awi sapaan akrab Syahban Munawir, berdasarkan pengalaman yang ia peroleh selama beracara selama ini bahwa modus tindak pidana korupsi selalu melibatkan pihak lain.
Untuk konteks kasus Jampersal menurut pria bergelar S2 Hukum itu, penyidik Kejaksaan Bulukumba seharusnya lebih mendalami bagaimana peran pihak lain utamanya pemegang jabatan terkait di Dinkes Bulukumba saat itu.
"Sedikit contoh, seperti kasus BOK di mana saat ini Ernawati juga sebagai terpidana. Di kasus itu dia tidak sendiri ditetapkan sebagai tersangka tetapi ada beberapa orang yg ditetapkan dengan peran dan kewenangan masing-masing yang menyebabkan terjadinya tindak pidana korupsi," ungkapnya.
Apalagi memang kasus Jampersal dan kasus BOK menurutnya memiliki kemiripan, selain terjadi di tahun anggaran yang sama juga pejabat yang menjabat saat itu juga sama.
Awi juga meminta kepada Kajari Bulukumba serta penyidik Pidsus agar betul-betul mendalami kasus Jampersal hingga ada kepastian hukum yang berprikemanusiaan. (ewa/has/B)