SNB Tolak Nelayan Perre-perre di Perairan Bulukumba

  • Bagikan
Demonstrasi Serikat Nelayan Bulukumba di DPRD Bulukumba.

BULUKUMBA, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID -- Ratusan nelayan Kabupaten Bulukumba yang tergabung dalam Serikat Nelayan Bulukumba (SNB) menggelar aksi demonstrasi di Gedung DPRD Bulukumba, Kamis, 25 Agustus 2022.

Aksi unjuk rasa itu dalam rangka menolak  penggunaan alat tangkap Perre-perre di perairan Bulukumba.

Ratusan nelayan memasuki ruang aspirasi DPRD dan menyampaikan tuntutannya langsung di depan anggota DPRD yang sempat hadir.

Rudy Tahas selaku juru bicara SNB menyampaikan bahwa keberadaan nelayan yang datang dari luar dengan menggunakan alat Perre-perre justru merugikan nelayan yang ada di Kabupaten Bulukumba.

Menurut Rudy, rata-rata nelayan yang ada di Kabupaten Bulukumba masih menggunakan alat tradisional untuk menangkap ikan.

Penggunaan alat tradisional sebagai cara nelayan lokal dalam memelihara adat dan kelestarian lingkungan di perairan Bulukumba.

"Dengan masuknya nelayan dari luar dengan menggunakan alat Perre-perre itu merugikan nelayan kita. Dan ini mengganggu tatanan kebudayaan para nelayan lokal," tegasnya.

Rudy meminta pemerintah dalam hal ini Anggota DPRD Bulukumba dapat bertindak tegas terhadap nelayan yang masuk menggunakan alat yang merugikan nelayan setempat.

Sebelumnya, terjadi pengrusakan kapal milik nelayan asal Kabupaten Bantaeng yang diduga dilakukan di wilayah perairan Kabupaten Bulukumba.

Meski belum diketahui jelas siapa pelaku pembakaran namun korban menuding bahwa itu didalangi oleh oknum nelayan asal Kabupaten Bulukumba.

Atas kejadian tersebut sekelompok nelayan Bantaeng melakukan aksi protes dengan melakukan pemblokiran jalan poros Bantaeng - Bulukumba, di Kampung Ujung Labbu Kelurahan Lembang, Kecamatan Bantaeng, Kabupaten Bantaeng.

Sekelompok massa tersebut memblokir jalan sepanjang hari pada Sabtu, 20 Agustus 2022, khusus bagi warga Bulukumba yang hendak melintas di Kabupaten Bulukumba.

Berdasarkan informasi yang diperoleh RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID konflik horizontal antara nelayan di perairan Kabupaten Bulukumba memang masih sering terjadi.

Utamanya konflik antara nelayan setempat dengan nelayan yang datang dari daerah lain termasuk dari Kabupaten Bantaeng.

Kepala Bidang Perikanan Tangkap, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bulukumba, Jusli Sandi, menjelaskan bahwa konflik antar nelayan sebenarnya bukan soal identitas.

Namun dilatarbelakangi adanya nelayan yang merasa terganggu dari aktivitas nelayan lain yang menggunakan alat tangkap perre-perre dengan alat bantu berupa lampu.

"Nelayan yang dari luar (Kabupaten Bulukumba, red) menangkap ikan menggunakan lampu diperairan tradisional mereka (nelayan setempat," ungkapnya, Senin, 22 Agustus 2022.

"Sehingga nelayan lokal yang selama ini hanya menggunakan jaring insang hanyut, kesulitan bersaing dalam mendapatkan ikan," lanjutnya.

Meski Jusli membenarkan bahwa tidak ada tapal batas kedaerahan dalam wilayah laut, namun tetap saja nelayan mesti mematuhi aturan dalam proses penangkapan ikan.

"Penggunaan alat bantu ini diatur pada PermenKP No.18 Tahun 2021, di mana penggunaan alat bantu lampu untuk semua jenis alat tangkap yang bersifat aktif dan mobile hanya boleh digunakan di atas jalur penangkapan ikan 1A (2 Mill, red) atau tidak boleh di perairan pantai," papar pemegang titel Sarjana Kelautan tersebut.

"Adapun alat tangkap dengan lampu yang dibolehkan di perairan pantai hanya yang bersifat menetap seperti Anco dan Bagan Tancap," tambahnya.

Meskipun dalam aturan itu tidak menyebut secara spesifik alat tangkap Perre-perre yang digunakan oleh nelayan Bantaeng karena alat tangkap jenis ini memang baru dan belum diidentifikasi oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Namun secara prinsip kerja alat ini termasuk dalam golongan jaring angkat dengan bantuan lampu dan diatur dalam lampiran permen bahwa alat sejenis ini hanya boleh beroperasi diperairan 2 Mill ke atas.

"Kejadian serupa juga pernah terjadi pada alat tangkap yang bernama cantrang, alat ini merupakan modifikasi dari alat tangkap terlarang yaitu Pukat Harimau."

"Karena pukat harimau dilarang di aturan formal ada oknum berusaha mengelabui aturan dengan memodifikasi pukat harimau menjadi Cantrang, sayap kayu pukat harimau dihilangkan dan berganti nama menjadi Cantrang," ungkapnya. (ewa)

  • Bagikan