MAKASSAR, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID -- Denny Kurniawan, Kepala Seksi Alokasi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH-SDA) Kementerian Keuangan RI memuji Forum Pembelajaran yang digelar Pattiro (Pusat Telaah dan Informasi Regional) bekerjasama dengan IBC dan The Asia Foundation, Jumat 9 September 2022.
Menurut Denny, Forum Pembelajaran yang menghadirkan dua narasumber dari Bappeda Provinsi Kalimantan Utara dan dari DPMD Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, juga perspektif masyarakat sipil yang diwakili PINUS Sulsel dan Gerak Aceh, sangat penting dan menginspirasi.
"Saya senang sekali mendengarkan praktik-praktik baik yang sudah dilakukan kawan-kawan di berbagai daerah dalam mewujudkan pembangunan rendah karbon dan meningkatkan kualitas ekologi di Indonesia. Ini sejalan dengan semangat pemerintah untuk meningkatkan kualitas SDA kita," katanya.
Denny juga menyebutkan, saat ini sedang dibahas di pusat skema transfer anggaran yang memang salah satu indikatornya adalah peningkatan kualitas ekologi.
Di Forum Pembelajaran Advokasi EFT atau Ekological Fiscal Transfer yang dimoderatori oleh Sunarti Sain, Pemimpin Redaksi RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID, terungkap bahwa sejumlah daerah di Indonesia sudah memulai melakukan atau menerapkan skema tersebut. Gagasan EFT ini dilakukan dengan mereformulasi kebijakan transfer fiskal yang sudah berjalan dari pemerintah ke pemerintah yang lebih rendah dengan memasukkan indikator perlindungan lingkungan dan kehutanan dalam alokasi anggarannya.
Saat ini skema EFT yang didorong di tingkat daerah dikenal dengan nama TAPE (Transfer Anggaran Provinsi berbasis Ekologi), TAKE (Transfer Anggaran Kabupaten berbasis Ekologi), ALAKE (Alokasi Anggaran Kelurahan berbasis Ekologi), dan TANE (Transfer Anggaran Nasional berbasis Ekologi).
Ismawati dari PINUS Sulsel menceritakan pengalaman mendorong TAKE di Kabupaten Maros dan ALAKE di Kota Parepare. "Kami mengawali dengan melakukan MoU bersama Pemerintah Kabupaten Maros dan Kota Parepare. Ini penting untuk melihat sejauh mana komitmen pemerintah setempat," ujar Isma. Setelah ada MoU barulah dilakukan asesmen siapa-siapa aktor dan stakeholder yang kunci yang perlu untuk dilibatkan.
"Dengan mengadvokasi skema TAKE ini akhirnya kepala desa mulai menyadari pentingnya mengalokasikan anggaran perlindungan lingkungan hidup dan juga kami menginsert isu gender di dalamnya," terang Isma.
Pengalaman yang hampir sama juga disampaikan Ahmad Iqbal yang membawakan materi soal "Pembelajaran dalam Pengembangan TAPE di Provinsi Kaltara".
Kasubbid Pengembangan SDA Bappeda Litbang Provinsi Kalimantan Utara ini menyampaikan sejumlah langkah strategis dalam menerapkan kebijakan TAPE. "Kurang lebih 80 persen wilayah di Kaltara didominasi oleh hutan. Karenanya Pemprov punya komitmen yang tinggi dalam hal mitigasi perubahan iklim, konservai dan pembangunan berkelanjutan," kata Ahmad Iqbal.
Tahun 2019, Gubernur Kaltara mengeluarkan Pergub mengenai tata cara pemberian, penyaluran dan pertanggungjawaban belanja keuangan. Ada sejumlah kriteria atau skema penilaian yang menjadi indikator kinerja daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup. "Ini kemudian dikembangkan dengan penetapan alokasi Pagu TAPE hingga Rp7 Miliar," ungkapnya.
Hal menarik lainnya adalah pelibatan filantropi dalam pelaksanaan program atau isu lingkungan ini.
Ramlan Nugraha dari Pattiro berharap, semua pembelajaran dan strategi penerapan TAPE, TAKE, dan ALAKE yang disampaikan narasumber diharapkan bisa mendorong daerah lain untuk melakukan hal yang sama.
"Hingga saat ini baru dua provinsi dan 16 kabupaten di Indonesia yang telah mengadopsi gagasan TAPE, TAKE dan ALAKE," ujarnya. (nad)