JAKARTA, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID -- Ini bisa jadi kabar menggembirakan sekaligus membuat ketar-ketir pegawai honorer se-Indoesia. Pasalnya, ada tiga opsi terkait keberadaan pegawai honorer.
Saat ini, ketiga opsi yang menentukan nasib honorer itu masih akan dimatangkan dengan instansi terkait.
Termasuk dengan Kementerian Keuangan, DPR RI dan pemerintah daerah. Tiga opsi yang menentukan itu disiapkan menjelang deadline penghapusan honorer 2023.
Itu sesuai amanat Peraturan Pemerintah Nomor 49 tahun 2018 tentang Manajemen PPPK.
Demikian disampaikan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas.
Dijelaskan Anas, tiga opsi itu akan didiskusikan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Komisi XI DPR RI.
Opsi ini yang diharapkan oleh tenaga honorer. Namun opsi ini memiliki dampak negatif karena akan membebani negara.
"Ini akan menjadi beban yang berat bagi negara, dan kompetensi birokrasi kita juga tentu akan ada problem di beberapa titik, yang ketika rekrutmennya kualitasnya diperhatikan," jelas Anas.
Pertama, seluruh honorer diangkat menjadi aparatur sipil negara (ASN), baik PNS maupun P3K.
Opsi kedua, tenaga honorer diberhentikan seluruhnya sesuai amanat PP No 49 Tahun 2018.
Opsi ini juga memiliki dampak negatif karena ratusan ribu honorer di daerah bakal kehilangan pekerjaan.
Opsi ketiga, tenaga honorer diangkat menjadi ASN, baik PNS maupun P3K berdasarkan skala prioritas.
Anas menyinggung data tenaga honorer yang semakin membengkak.
Dimana jumlah honorer di seluruh Indonesia ternyata terus bertambah dibandingkan sebelumnya.
Anas menyebut, semula Kementerian PANRB mendapatkan data honorer di seluruh Indonesia sebanyak 410 ribu.
Namun berdasarkan data terbaru, jumlah honorer bertambah menjadi 1,1 juta orang.
“Mestinya kan PR kami ini kan tinggal 400 ribuan. PR kami yang akan kami bereskan 410 ribuan, ini tuntas,” ujarnya.
“Ternyata semalam, tiba-tiba masuk data baru dari para kepala daerah 1.100.000 tenaga honorer. Waduh, ini PR baru,” sambung Anas.
Setelah diteliti, ternyata ada data honorer yang tidak sesuai dengan Surat Edaran Menteri PAN-RB Nomor B/1511/M.SM.01.00/2022.
Karena itu, Anas meminta agar pemda melakukan audit ulang terhadap daftar nama tenaga honorer yang diusulkan.
“Kita akan kirim surat ulang untuk (pemda) melakukan audit ulang yang ditandatangani oleh kepala daerah, dan sekda,” katanya.
Mantan Bupati Banyuwangi dua periode itu menegaskan, data honorer yang dilaporkan oleh Pemda harus dipertanggungjawabkan oleh kepala daerahnya masing-masing.
Dimana kepala daerah harus juga menandatangani surat pernyataan tanggung jawab mutlak (SPTJM).
SPTJM ini merupakan bentuk pertanggungjawaban administrasi sekaligus pertanggungjawaban hukum.
Jika ada data palsu, maka kepala daerahnya harus menanggung konsekuensi hukum.
“Jika data tidak benar nanti akan punya konsekuensi hukum,” tegas Anas. (fajar)