BULUKUMBA, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID -- Salah satu putra terbaik Bulukumba, Usdar Nawawi meninggal dunia pada Ahad 25 September 2022 kemarin. Wartawan senior yang juga pegiat literasi itu pergi untuk selamanya namun meninngalkan banyak karya.
Doa-doa terangkai, duka mengalir. Insan pers terutama para jurnalis di Sulawesi Selatan kehilangan seorang wartawan senior yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Bidang Pembelaan Wartawan.
Usdar Nawawi, seorang Wartawan Utama kelahiran Tanjung Bira Kabupaten Bulukumba pada 27 Mei 1958 adalah seorang jurnalis yang sudah mengecap dunia kewartawanan sejak tahun 1980.
Kepergian wartawan senior itu menbawa duka bagi banyak pihak, tak terkecuali dari orang nomor satu di Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman, yang mengirimkan ucapan bela sungkawa, begitu juga dengan Wali Kota Makassar Danny Pomanto.
Usdar Nawawi menjabat Wakil Ketua PWI Sulsel Bidang Pembelaan Wartawan Periode 2021-2026.
Sebelum meninggal, almarhun telah menyelesaikan Buku terakhir dengan judul “Ngopi Rong”, buku kumpulan seratus esai karya Usdar Nawawi.
Adik bungsu almarhum, Alfian Nawawi, yang juga Pimred salah satu media online mengatakan bahwa almarhum tidak sedang mengalami sakit.
"Kepergiannya sangat tiba-tiba dan sangat mengejutkan keluarga dan sahabat-sahabat almarhum," jelasnya.
Jenazah sang wartawan senior dan kolumnis ini dikebumikan pada hari Senin, 26 September 2022 di Pekuburan Umum Nipah Nipah, Antang Makassar.
Sejauh ini, ada dua buku yang mendokumentasikan kisah hidup dan jejak perjalanan jurnalistik Usdar Nawawi.
Buku pertama adalah buku berjudul “Menerobos Blokade Kelelawar Hitam - Kisah 99 Wartawan Sulawesi Selatan” yang ditulis oleh M. Dahlan Abubakar, terbit tahun 2010.
Buku kedua adalah "Inspiring Bulukumba - Rekam Jejak 31 Tokoh Inspiratif dari Bumi Panritalopi" yang ditulis oleh Alfian Nawawi, terbit tahun 2014.
Menurut penuturan Alfian Nawawi, adik bungsu alamrhum, sang kakak tak pernah mengimpinkan Menjadi wartawan bagi seorang Usdar Nawawi yang lahir dan besar di kampung, tidak pernah terlintas sedikit pun di benaknya. Dia sama sekali tidak pernah mematok cita-cita. Dia bagaikan orang melangkah, ke arah mana kaki ini diayunkan.
Profesi apa gerangan yang bakal dia geluti kelak, juga masih tanda tanya dalam diri anak pasangan Muhammad Nawawi Patinrori dan Rosmani ini.
Ayahnya, seorang guru SD yang sederhana. Di samping menjadi kepala sekolah, Muh, Nawawi juga senang bercocok-tanam. Ya, begitulah posisi dan ‘profesi rangkap’ para tokoh di daerah pedesaan Sulawesi Selatan yang kebetulan sudah mengecap pendidikan.
Ketika menginjak bangku SD, anak pertama dari empat bersaudara ini mengikuti ayahnya yang pindah mengajar di SD Longi. Sebuah desa yang terletak di kaki Gunung Bawakaraeng, yang masih termasuk wilayah Kabupaten Bulukumba di bagian barat. Di lereng gunung inilah wartawan kelahiran Bulukumba 27 Mei 1958 ini menghabiskan masa kanak-kanaknya dengan bermain gasing, main kelereng, dan rajin memungut kemiri di hutan.
Di sekolah, Usdar kecil terbilang pandai melukis pemandangan alam, objek lukisan yang paling mudah bagi para murid pada zaman itu. Tapi dia payah bila disuruh menggambar orang. Sekali waktu, dia disuruh menggambar orang. Dia pun menggambar sebuah batu besar di tengah sungai. Di samping batu, terlihat tali pancing yang ujungnya turun ke air.
“Ini gambar apaan,?” Gurunya bertanya.
“Di sebelah batu itu Pak, ada orang yang sedang memancing ikan. Tapi cuma tali pancingnya yang kelihatan, orangnya terlindung di balik batu ..,.” Usdar kecil berdalih dengan penuh percaya diri.
Setelah lulus SD, Usdar melanjutkan pendidikan ke SMEP Negeri Palampang, Kecamatan Bulukumpa. Dari sekolah menengah ekonomi pertama itu, dia melanjutkan pendidikan dan tamat di SMA Negeri Bulukumba jurusan IPS pada tahun 1977. Dia lulus dan rangking I pada ujian akhir, sehingga bebas tes masuk di di Fakultas Hukum Unhas Makassar, tahun 1978.
Pada awal masa kuliah, kegemarannya ialah suka membuat ‘’Surat Pembaca’’ di Harian Pedoman Rakyat (PR), yang umumnya mengkritik berbagai persoalan di kampung halamannya. Selain itu, dia juga mulai belajar membuat majalah kampus, dan aktif di bagian siaran budaya RRI Nusantara IV Ujungpandang, membantu trio Hasyim Ado, Sudarmin Dahlan, dan Ichsan Amar.(faj)