Luwu Utara, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID -- Pegunungan Quarles menyimpan keanekaragaman hayati tinggi, sehingga menjadikan bagian sebelah timur kawasan hutannya menjadi Taman Nasional bernama Taman Nasional Gandang Dewata pada 2016 lalu.
Pada lanskap ini, setidaknya terdapat 179 jenis tumbuhan yang dilindungi maupun yang dianggap masih kurang datanya (Data Deficient-DD), sedangkan untuk fauna, tercatat 15 jenis amfibi dan reptil, 54 jenis burung dan 13 jenis mamalia kecil, terutama dari kelompok tikus.
Sejumlah mamalia gunung endemik juga dilaporkan tercatat seperti tikus ompong (Paucidentomys vermidax), tikus air Sulawesi (Walomys mamasae), dan tikus akar (Gracilimus radix).
Kawasan Taman Nasional ini juga mendukung habitat bagi beberapa satwa dilindungi dan endemik Sulawesi, seperti julang Sulawesi (Rhyticeros cassidix), burung cikrak Sulawesi (Myza celebensis), burung kipasan Sulawesi (Rhipidura teysmanni), anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis), dan anoa gunung (Bubalus quarlesi).
Sebelah Kawasan Taman Nasional terdapat kawasan hutan yang berada di wilayah kecamatan Rongkong dan Seko, kabupaten Luwu Utara provinsi Sulawesi Selatan yang memiliki luas wilayah 750.258 Ha dengan 70,64% atau sekitar 530.005,857 Ha di antaranya kawasan hutan.
Sebagai kawasan hutan pegunungan yang masih terhubung dengan Taman Nasional Gandang Dewata, sangat memungkinkan area ini memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang tidak kalah dengan Kawasan Taman Nasional.
Fungsi dan jasa ekosistem pada lanskap ini juga berperan penting bagi masyarakat yang tinggal di bagian hilir atau setidaknya pada delapan desa di dua kecamatan ini, yang meliputi desa Limbong dan desa Marampak di kecamatan Rongkong, serta desa Tirobali, desa Beroppa, desa Hoyane, desa Tanamakaleang, desa Hono dan desa Marante di kecamatan Seko.
Menurut Bupati Luwu Utara, Indah Putri Indriani, kawasan yang masih banyak hutannya menjadi salah satu sumber daya penting untuk kehidupan yang dapat menopang hidup untuk sebagian besar warga yang berada di sekitar kawasan.
“Luwu utara termasuk dalam tangkapan air untuk kecamatan dan desa-desa sekitarnya. Perlu ada intervensi khusus dalam mengelola hutan. Masyarakat bisa tinggal di sekitar kawasan hutan, tetapi tidak merusak hutan itu sendiri,” kata Indah.
Indah menambahkan, berdasarkan rencana kebijakan lingkungan hidup RPJPM 2021 - 2026 tentang Peningkatan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Ketahanan Bencana, sangat perlu dalam mengelola sumber daya alam dan lingkungan agar masyarakat dapat beradaptasi dan melakukan mitigsi bencana.
Berdasarkan Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) pada 2021 di Luwu Utara, Sulawesi Selatan, yaitu 154,85 yang artinya berisiko tinggi. “Jumlah penduduk bertambah, sedangkan kawasan hutan tidak pernah bertambah. Belum juga industri berkembang, dan pengelolaan lahan untuk pangan. Ini dapat menganggu kelestarian hutan,” terangnya.
Untuk menjawab tantangan dalam menjaga kawasan hutan dan melindungi kawasan yang berada di sekitar hutan yang juga menjadi tempat hidup manusia, maka pihak-pihak terkait mengadakan workshop yang berjudul “Tudang Sipulung: Rancang Bangun dan Desain Kolaboratif Pelestarian Ekosistem Hutan Pegunungan Quarlesi, Administrasi Kabupaten Luwu Utara pada 15-16 November 2022 di Aula La Galigo, Kantor Bupati, Masamba.
Sementara itu, perwakilan Kesatuan Pengelolaan Hutan, Andi Baso Muhtar, yang hadir mewakili Kadis Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan dalam sambutannya mengatakan bahwa kawasan hutan di lokasi ini memang harus dikelola secara arif sesuai kebutuhan multipihak.
“Kegiatan Tudang Sipulung dalam dua hari ini diharapkan dapat membuat suatu instrumen untuk pembangungan lingkungan hidup dan kehutanan di masa mendatang. Tentunya dapat mengedepankan ekologi, ekonomi, dan sosial budaya, meski belum tentu menjadi pemasukan yang terbesar,” jelas Andi Baso Muhtar.
“Kolaborasi kegiatan ini perlu dikembangkan untuk pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan, dan tetap mengacu pada perundang-undangan dan norma-norma yang berlaku,” pungkasnya.