(Refleksi Hari Guru Nasional 25 November 2022)
Penulis : Jawil, S.Pd.I (Pegiat Edukasi dan Dakwah)
JIKA membahas tentang “guru” tentu itu bukan hal yang baru. Namun berbicara tentang hal yang berdimensi baru dalam konteks keilmuan maka dominansi ditemukan oleh guru atau paling setidaknya pernah berguru. Temuan yang inovatif oleh seorang guru yang pernah berguru, tentu akan menjadi sesuatu yang sangat menarik dan selalu membuka ruang (discovery) yang cukup agresif dibincangkan dan diskusikan serta dimuat media.
Guru adalah bentuk profesi sebagai pengajar mungkin bisa dimasukkan sebagai aktivitas ulung. Demikian pula secara (baca: predikat) guru pelaku sebagai penyandang aktifitas yang bertugas untuk mendidik. Mengajar artinya memberikan materi pengajaran kepada para muridnya, sedang hal mendidik bukan sekadar mengajari tetapi lebih kepada pembinaan ke arah yang lebih baik dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan (baca: kurikulum). Selain itu, guru sebagai pengajar dapat ditafsirkan : 1) Menularkan pengetahuan dan kebudayaan kepada orang lain (bersifat kognitif); 2) Melatih keterampilan jasmani kepada orang lain (bersifat psikomotif); 3) Menanamkan nilai-nilai keyakinan (bersifat afektif).
Guru sudah menjadi objek pertama sebagai narasumbernya bagi seseorang yang terpelajar.Dalam bahasa Bugis guru adalah “to Macca/acca” (cerdas). Dengan kata lain guru kira-kira sepadan maknanya adalah orang yang memiliki taraf kepintaran, punya kecerdasan, intelegensi, intelektual, punya kapasitas skill/keterampil, serta berpengetahuan tinggi dan mampu memberi pendidikan. Karena itu guru semisal sebuah sumber untuk memeroleh ilmu pengetahuan. Nama lain yang paling lasim digunakan di Sulawesi Selatan untuk guru tempat belajar disiplin ilmu adalah ”Anreng Gurutta”. Sosok guru pada predikat ini selain padanya sebagai sumber/media untuk memeroleh, menimbah (empunya), juga sebagai tempat bimbingan ilmu pengetahuan yang diampuhnya. Sedangkan dalam bahasa Jawa, Guru adalah seseorang yang harus digugu dan harus ditiru oleh muridnya, artinya segala sesuatu yang disampaikan oleh guru senangtiasa dipercaya dan diyakini sebagi kebenaran oleh muridnya. Sementara itu lain halnya guru dalam bahasa Inggris “teacher” memiliki arti sederhana yakni a person whose occupation is teahcing others (guru adalah seseorang yang kerjanya mengajar orang lain), sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia edisi ketiga 2003, Guru diartikan sebagai orang yang pekerjaannya (mata pencaharainnya) adalah mengajar. Dalam khasanah pemikiran Islam ada beberapa istilah yang sepadan dengan guru, seperti “Ustadz”,”Muallim”,”Muaddib”,atau “Murabbi”. Istilah ustadz dipakai untuk sebutan guru khusus, yaitu yang memiliki pengetahuan-pengetahuan dan pengalaman yang “mendalam”. Istilah muallim lebih menekankan guru sebagai pengajar dan penyampai pengetahuan (knowledge) dan ilmu (sciene); istilah muaddib lebih menekankan guru sebagai pembina moralitas dan akhlak peserta didik dengan keteladanan; sedangkan istilah murabbi lebih menekankan pengembangan dan pemeliharaan baik aspek jasmani atau aspek rohani.
Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa “guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jadi sejujurnya guru itu adalah pengabdi pada sesama manusia dengan mendidik,mengajar, membimbing, dan melatih, yang diwujudkan melalui proses belajar-mengajar serta pemberian bimbingan dan pengarahan siswa(peserta didik) agar mencapai kedewasaan masing-masing. Bersandar dari beberapa uraian sumber di atas, tentu sudah sangat relevan buat kita untuk dapatkan informasi bahwa, jika kita analogikan, maka guru adalah patron untuk menata atau me-lay out manusia, yang kemudian menjadi cerdas dan mulia karena ilmu yang telah diperolehnya dari seorang guru. Guru me-rechange sehingga beberapa ajaran yang ditularkan sangat banyak memberi dampak untuk penemuan sosok manusia yang berakhlaq dan berkarakter sehingga kemudian menjelma menjadi mahkluk yang potensial dan produktif. Tidak jauh beda dengan pandangan menurut Suparno (1997) bahwa fungsi guru dalam pembelajaran adalah sebagai fasilitator, yakni memberikan pengalaman belajar yang memungkinkan para siswa mendesain, menyusun langkah-langkah penyelesaian permasalahan, dan melakukan investigasi.
Jika kita mencermati lebih jauh maka dapat kita melihat bahwa tugas guru cukup kompleks, sebab selain mentransper ilmu dan pengetahuan kepada anak didik, juga ia berperan sebagai pelatih kecakapan ataupun keterampilan bahkan mengembangkan bakat-bakat yang bisa saja talenta yang dimiliki oleh peserta didik. Selain dari pada itu peran guru tidak cukup membimbing anak didik supaya mereka paham ilmunya saja, namun tugas mengajarkan adab, sopan santun dan etika serta karakter juga menjadi sandaran pokok, agar peserta didik/murid tumbuh menjadi manusia yang cakap dan akhlak baik dalam bermasyarakat (good look and good attitude).
Keterampilan seorang guru sangat banyak memberi andil pada proses pendidikan karena seorang guru dapat memberi kecakapan, menciptakan susasana akademik yang tertib, nyaman dan menyenangkan. Tertib dapat diterapkan dengan jalan guru senangtiasa menempatkan diri pada rana keteladanan yang tentu sangat cocok untuk menjadi menjadi sumber inspirasi untuk dicontoh dalam berprilaku atau bersikap serta bertindak bagi murid/siswa atau peserta didik baik dilingkungan sekolah (madrasah) atau dimana siswa tersebut berada. Refleksi keteladan guru dapat diadopsi oleh peserta didik, tentu tak terbatas pada dimensi terapan aturan atau tatatertib yang diberlakukan saja, tetapi bisa juga ditiru oleh peserta didik pada tataran pribadi seorang guru dalam kehidupan sehari-hari. Logikanya sederhana sekali, ketika sesuatu menjadi idola atau teladan misalnya, tentu dan pasti kita akan merasakan kekaguman terhadapnya. Pengaruh itulah yang membuat kita canderung mengikuti atau paling tidak menyamai karakter yang ditokohkan itu, sama halnya dengan seorang guru dengan anak didiknya, guru adalah tokoh yang paling banyak ditiru, sehingga keluhuran guru adalah merupakan esensi dari seorang guru. Yah jadi sebetulnya menjadi guru itu punya tanggung jawab besar dalam memberikan amunisi bagi para peserta didik untuk menopang perjalanan hidupnya kelak. Semua dapat saja direfleksikan olehnya sebagai hasil dari proses yang diadopsinya sejak berguru atau belajar hingga pengaplikasian pada pribadi yang diampuhnya menjadi jawaban akhir dari prosesnya.
Oleh karena itu keterlibatan guru dapat memungkinkan anak didik menjadi manusia masa depan yang produktif sehingga mampu menjalani dan menopang hidup secara baik, inilah salah satu harapan besar masyarakat yang melekat pada sosok seorang guru instansi pedidikan secara umum, namun secara sosiologi perlu juga diperhatikan bahwa keberhasilan pendidikan disekolah juga tak lepas karena ditopan oleh peranan orang tua (informal), dan masyarakat (non formal).
Seorang guru memang memikul beban besar untuk terus menjadi contoh dan pemberi contoh, etik, etika, moral dan akhlaq bagi peserta didik dan masyrakat. Terkadang kita menyimak kata-kata yang bijak tentang guru, seperti : guru yang agung, memberi inspiaprasi. Guru yang bagus, menerangkan dan sebagainya. Inilah sampel yang sering kita simak, dan inilah apresiasi yang seharusnya melekat pada pribadi seorang guru. Bukankah guru adalah tokoh inspirator, penasehat, penebar kemajuan, inovasi dan perubahan serta kecemerlangan intelektual dan skill?. Bukankah Guru Merdeka Belajar adalah guru yang bebas berinovasi tanpa tekanan, tidak terjebak dan terfokus pada tugas administrasi guru. Guru Inovatif, Motivator, Fasilitator dan Penggerak. Ayo Guru Bergerak anti Mager (Tuh Murid dilayani). Ingat yah, Semboyan Tut Wuri Handayani (dari belakang, seorang guru harus memberikan dorongan). Saatnya Wujudkan Merdeka Belajar.
Selamat Hari Guru Nasional. “Serentak Berinovasi, Wujudkan Merdeka Belajar”.