MAKASSAR, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID -- Budayawan dan ulama KH Zawawi Imron membacakan Puisi Ibu pada Temu Penulis Makassar ke-2 di Aula Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar, Kamis 8 Desember 2022. Puisi karya ulama asal Madura itu memukau dan membuat sebagian peserta Temu Penulis Makassar menitikkan air mata. Tak terkecuali Kadis Perpustakaan Kota Makassar, Tenri A. Palallo yang hadir bersama penulis dan budayawan se-Kota Makassar.
Tenri mengaku sangat tersentuh dengan puisi Ibu yang dibacakan penyair KH D. Zawawi Imron. "Masya Allah saya dua kali menangis mendengar Pak Kyai membacakan puisinya. Saat beliau baca puisi Tanah Sajadah dan puisi Ibu yang benar-benar sampai ke hati," ujar Tenri.
Saat puisi Ibu dibacakan, semua yang hadir tampak terdiam. Tampak Tenri mengusap kedua matanya berkali-kali. Budayawan Prof Qasim Mathar yang baru datang pun tak berani masuk dan memilih duduk di dekat pintu aula. Baru setelah KH Zawawi Imron selesai membacakan puisinya, Prof Qasim masuk dan duduk bersama para penulis lainnya.
"Saya tidak berani masuk sebenarnya saat Pak Kyai membaca puisi sama saja beliau sedang mengaji," ujar Prof Qasim disambut tepuk tangan peserta Temu Penulis.
KH D. Zawawi Imron adalah seorang ulama dan pemilik pondok pesantren di Madura, Jawa Timur. Salah satu puisinya yang kerap dibacakan adalah Ibu. Puisi ini memiliki makna yang dalam dan mengharukan. Berikut isi puisi Ibu milik KH D. Zawawi Imron.
Ibu
Kalau aku merantau lalu datang musim kemarau
Sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting
Hanya mata air air matamu ibu, yang tetap lancar mengalir
bila aku merantau
sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku
di kati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan
lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar
Ibu adalah gua pertapaanku
Dan ibulah yang meletakkanku di sini
saat bungan kembang menyemerbakkan bau sayang
Ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi
aku mengangguk meskipun kurang mengerti
bila kasihmu ibarat samudera, sempit lautan teduh
tempatku mandi, mencuci lumut pada diri
tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh
lokal-lokan, mutiara, dan kembang laut semua bagiku
kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan
namamu Ibu yang kan kusebut paling dahulu
lantaran aku tahu
engkau ibuku dan aku anakmu
bila aku berlayar lalu datang angil sakal
Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal
ibulah itu bidadari yang berselendang bianglala....
(nad)