BULUKUMBA, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID -- Kasus korupsi Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPQ) Kementerian Agama di Kabupaten Bulukumba sementara dalam persaingan.
Kasus BOP TPQ melibatkan Kepala Seksi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren pada kantor Kementerian Agama Kabupaten Bulukumba, Alim Ihsan sebagai terdakwa.
Berdasarkan update kasus di aplikasi Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Makassar, kasus tersebut telah memasuki tahapan pemeriksaan terdakwa.
Dalam kasus itu Alim Ihsan didakwa dengan Pasal 12 huruf e Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dengan ancaman dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Sebelum dilimpahkan, kasus tersebut ditandatangani oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Bulukumba. Namun saat kasus ini berproses di PN Tipikor Makassar, sudah tidak pernah lagi menginformasikan perkembangan kasus tersebut.
Bahkan pihak Kejari Bulukumba khususnya Seksi Pidana Khusus (Pidsus) selalu saja tidak melayani awak media saat mencoba menanyakan perkembangan penanganan kasus tersebut.
Seperti saat RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID mencoba mengonfirmasi pihak Pidsus Kejari Bulukumba di kantornya pada Kamis, 15 Desember 2022, Kasi Pidsus justru menolak untuk menemui wartawan.
Bukan saat itu saja, sudah beberapa kali Kasi Pidsus coba ditemui RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID namun selalu saja tidak bisa ditemui. Bukan saja Kasi Pidsus namun JPU yang menangani kasus tersebut juga tidak mau memberikan keterangan.
Pegiat Anti Korupsi, Djusman AR, yang dimintai tanggapan mengatakan bahwa penanganan kasus korupsi oleh penegak hukum sudah seharusnya ditangani secara transparan.
Menurutnya informasi soal perkembangan penanganan kasus adalah hak masyarakat untuk mengetahuinya.
Djusman menyayangkan jika ada penegak hukum yang tidak terbuka kepada masyarakat terkait penanganan kasusnya.
"Informasi soal penanganan kasus korupsi itu adalah hak bagi masyarakat untuk mengetahui. Jadi penegak hukum tidak boleh terkesan menutupi suatu kasus korupsi," katanya beberapa waktu lalu.
Djusman menekankan bahwa pemberantasan korupsi merupakan tanggungjawab semua pihak, olehnya baik itu penegak hukum, pegiat antikorupsi, bahkan media, harus saling bersinergi.
"Misalnya peran media sebagai alat untuk menyebar luaskan informasi. Ini sangat penting dimaksimalkan untuk mengedukasi masyarakat soal pemberantasan korupsi," tukas Djusman.***