MAKASSAR, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID -- Anti Corruption Commttee (ACC) Sulawesi merilis maraknya kasus kejahatan korupsi di Sulawesi Selatan (Sulsel) tahun 2022. ACC Sulawesi mencatat, sepanjang tahun 2022 aktor terdakwa kasus korupsi didominasi oleh Aparatur Sipil Negara (ASN).
Kemudian disusul pihak swasta, kepala desa, pegawai BUMN, perangkat desa, honorer atau pegawai kontrak, pegawai BUMD, dan terakhir kepala koperasi.
"Pelaku kasus korupsi dari catatan kami itu paling tertinggi ASN, karena paling banyak mengakses anggaran memang pada tingkatan birokrasi, itu ASN ada 41 terdakwa," ungkap Wakil Ketua Eksternal ACC Sulawesi, Hamka, dilansir dari Catahu ACC Sulsel, Rabu 4 Januari 2023.
Kemudian, lanjut Hamka, pelaku dari kalangan swasta 36 terdakwa, kepala desa 15 terdakwa, pegawai BUMN 9 terdakwa, perangkat desa 8 terdakwa, honorer/pegawai kontrak 6 terdakwa, pegawai BUMD 5 terdakwa, dan ketua koperasi 1 terdakwa.
Hamka menyebut, ASN dalam beberapa tahun masih menjuarai pelaku kasus korupsi di Sulsel. Pada tahun 2020, pelaku korupsi dari kalangan ASN sebanyak 38 orang, pihak swasta 16 orang dan kepala desa 12 orang. Sementara di tahun 2021, ASN 27 orang, swasta 22 orang, dan kepala desa 17 orang.
"Kalau pihak swasta ini biasanya pemilik PT atau CV, atau rekanan. Mereka juga kerap terlibat dalam kasus tindak pidana korupsi," jelasnya.
Dalam catatan ACC Sulawesi, sepanjang tahun 2022 juga dijelaskan ada sejumlah sektor paling rawan terjadi tindak pidana korupsi. Mulai dari dana desa 26 kasus, insfratruktur 26 kasus, PBJ (Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa) 19 kasus, BUMN 11 kasus, pendidikan 11 kasus, pemberdayaan 6 kasus, perusda 5 kasus, dan bansos atau hibah 5 kasus.
"Pungli 3 kasus, kesehatan 1 kasus, dan kasus suap 1. Ini kasus suap, kasus mantan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah (NA)," bebernya.
Pada tahun sebelumnya yakni tahun 2020 dan 2021, Hamka mengatakan ada dua sektor paling banyak terjadi tindak pidana korupsi, yaitu infrastruktur dan dana desa.
"Dari catatan kami pada tahun 2020 sektor paling banyak tindak pidana korupsinya itu infrastruktur 25 kasus, dana desa 19 kasus, dan pendidikan 10 kasus, sementara tahun 2021 paling tinggi dana desa 31 kasus, PBJ 18 kasus dan pemberdayaan 11 kasus," bebernya.
"Keuangan desa ini juga memang paling banyak dikorupsi, selama 6 tahun ada 91 kepala desa menjadi terdakwa, sementara perangkat desa itu 49 orang," sambungnya.
Modus korupsi keuangan desa dijelaskan mulai dari penggelembungan anggaran atau mark-up, kemudian laporan fiktif, kepentingan pribadi, dan penyalahgunaan anggaran. Untuk itu, ACC Sulawesi memberikan 7 catatan atau rekomendasi terkait masih maraknya kasus tindak pidana korupsi yang terjadi di Sulsel.
Pertama, peran Gubernur Sulsel dan seluruh kepala daerah di Sulsel sangat diharapkan menjadi pengawal penggunaan anggaran yang berbasis pembangunan dan berkeadilan. Kedua, pimpinan kepala daerah untuk memperketat perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap proyek infrastruktur di level provinsi, kabupaten dan kota se-Sulsel.
Ketiga, gubernur dan bupati di Sulsel perlu mengambil langkah konkrit dan terukur untuk melakukan pencegahan korupsi yang lebih strategis dalam penggunaan dana desa. Keempat, kepada seluruh kepala desa untuk menggunakan dana desa untuk selalu berpedoman pada prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Kelima, penindakan kasus korupsi oleh APH harus dilakukan dengan prinsip transparan dan akuntabel. Keenam, APH harus menyampaikan informasi terkait penanganan perkara secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat.
"Dan ketujuh, hakim PN Tipikor harus menjadikan kasus korupsi sebagai extra ordinary crime," tutup Hamka. (ewa)