JAKARTA, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID -- Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas, Jumat (27/1/2023) menghadiri konferensi pers tentang biaya penyelenggaraan haji di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta.
Hadir, Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, Nawawi Pomolango dan Johanis Tanak, serta Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron menerangkan bahwa KPK akan membersamai Kementerian Agama dan rakyat Indonesia terkait efisiensi penentuan biaya ibadah haji yang dibebankan kepada masyarakat calon jemaah haji.
"Selama ini yang diasumsikan oleh masyarakat, ONH (Ongkos Naik Haji) yang besarnya kisaran 35 sampai 40 juta itu diasumsikan adalah seluruh penyelenggaraan biaya haji, mulai dari keberangkatan, transportasi, akomodasi, biaya hidup di sana, sampai kembali itu sudah tercukupi dengan kisaran antara 35 sampai 40 juta tersebut," kata Ghufron.
"Ternyata, biaya haji yang dibutuhkan oleh negara selain komponen ONH yang dibebankan kepada para jamaah, tetapi juga ada Nilai Manfaat. Yang pembayarannya dikelola oleh BPKH dalam tempo kisaran 10-30 tahun itu ada Nilai Manfaatnya," jelas Ghufron.
"Tetapi kalau ditotal antara ONH dan Nilai Manfaatnya, masih belum memenuhi biaya ibadah haji yang sesungguhnya yang memang dibutuhkan oleh pemerintah sekitar 98 juta. Sehingga ketika Kementerian Agama kemarin mengumumkan rencana ONH di tahun 2023 senilai 69 juta, masyarakat terkejut karena selama ini tidak tersosialisasi," lanjutnya.
"KPK akan membersamai Kementerian Agama juga rakyat Indonesia agar penentuan biaya ibadah haji yang dibebankan ke masyarakat itu tentu bisa seefisien mungkin, tetapi juga harus memenuhi prinsip Istito'ah atau kemampuan," tambah Ghufron.
"Masyarakat yang ingin menunaikan ibadah haji tetapi tidak memiliki kemampuan untuk membiayai dari keberangkatan, transportasi, dan akomodasi selama jemaah haji di Mekkah itu sesungguhnya belum memenuhi syarat wajib ibadah haji," tutup Ghufron.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas juga meyampaikan bahwa usulan biaya ibadah haji tersebut telah memenuhi ketentuan yang disyaratkan baik agama maupun undang-undang.
"Haji ini harus memperhatikan prinsip-prinsip keadilan dan kesamaan umat Islam. Artinya semua umat Islam harus memiliki kesempatan keadilan dan persamaan dalam menunaikan ibadah haji," kata Menag.
"Kemarin yang kita usulkan kepada DPR, skema ini 70% ditanggung oleh Jemaah dan 30% ditutup dengan menggunakan dana manfaat yang dikelola oleh BPKH, tentu ikhtiar untuk menjaga sistem ability keuangan haji agar jemaah haji yang sudah berangkat sekarang tidak menjerumus hak Jemaah yang belum berangkat," terang Menag.
"Kami diingatkan juga oleh KPK agar keuangan haji ini benar-benar dipakai dengan baik. Kalau memang harus naik, naiknya harus terstruktur, sehingga jemaah bisa memperkirakan yang belum berangkat kira-kira harus nambah berapa besar,” ujar Menag. (rls)