MAKASSAR, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel kembali menetapkan tiga tersangka baru kasus dugaan korupsi PDAM Makassar (Perumda Air Minum Kota Makassar) dengan kerugian negara Rp20 miliar.
Kepastian penetapan ketiga tersangka diperolah saat Kejati Sulsel menggelar konferensi pers terkait kasus dugaan korupsi PDAM Makassar dengan kerugian negara mencapai Rp20 miliar, Selasa (13/6/2023) malam.
Ketiga tersangka, yakni mantan Direktur Utama PDAM Makassar pada 2019-2020, HA, mantan Pelaksana Tugas Direktur Keuangan PDAM Makassar 2019 TP, dan mantan Direktur Keuangan PDAM Makassar 2020 yang saat ini juga masih menjabat sebagai Direktur Teknik PDAM Makassar AA.
Ketiga tersangka tersebut langsung dibawa ke Lembaga Pemasyarakatan Makassar.
Sebelumnya, dalam kasus ini, Kejati Sulsel telah menetapkan mantan Direktur Utama PDAM Makassar 2015-2019 Haris Yasin Limpo dan mantan Direktur Keuangan PDAM Makassar Irawan Abadi periode 2017-2019.
Adapun perbuatan para tersangka dalam perkara tersebut, di mana keduanya tidak mengindahkan aturan Permendagri Nomor 2 Tahun 2007 tentang Organ dan Kepegawaian PDAM, Perda Nomor 6 Tahun 1974 dan PP 54 Tahun 2017 oleh karena beranggapan bahwa pada tahun berjalan kegiatan yang diusahakan memperoleh laba sedangkan akumulasi kerugian bukan menjadi tanggung jawabnya melainkan tanggung jawab direksi sebelumnya, sehingga mereka berhak untuk mendapatkan untuk pembayaran tantiem dan bonus/jasa produksi yang merupakan satu kesatuan dari penggunaan laba yang diusulkan.
Tak hanya itu, terdapat perbedaan besaran penggunaan laba pada Perda Nomor 6 Tahun 1974 dengan PP 54 Tahun 2017 khususnya untuk pembagian tantiem untuk direksi 5 persen bonus pegawai 10 persen, sedangkan pada PP 54 Tahun 2017 pembagian tantiem dan bonus hanya 5 persen, sehingga aturan tersebut tidak digunakan untuk pembayaran penggunaan laba.
Kemudian berlanjut dari hasil penyidikan, juga ditemukan terdapat Premi Asuransi Dwiguna Jabatan Bagi Walikota dan Wakil Wali Kota Makassar pada Asuransi AJB Bumiputera diberikan berdasarkan Perjanjian Kerjasama PDAM Kota Makassar dengan Asuransi AJB Bumiputera, namun tersangka berpendapat lain tanpa memperhatikan aturan perundang-undangan bahwa wali kota dan wakil kali kota sebagai pemilik modal ataupun KPM tidak dapat diberikan asuransi tersebut oleh karena yang wajib diikutsertakan adalah pegawai BUMD pada program jaminan kesehatan, jaminan hari tua dan jaminan sosial lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sehingga pemberian asuransi jabatan bagi wali kota dan wakil wali kota tidak dibenarkan dengan dasar bahwa selaku pemilik perusahaan daerah/pemberi kerja yang berkewajiban untuk memberikan jaminan kesehatan bukan sebagai penerima jaminan kesehatan.
Dari penyimpangan yang terjadi pada penggunaan laba untuk pembagian tantiem dan bonus/jasa produksi serta premi asuransi dwiguna jabatan bagi wali kota dan wakil wali kota makassar, mengakibatkan kerugian keuangan daerah Kota Makassar khususnya PDAM Kota Makassar dengan nilai total sebesar Rp20 miliar.
Atas perbuatannya, tersangka disangkakan dengan Pasal Primair, yakni Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor: 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor: 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor: 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP dan Pasal Subsidair yakni Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor: 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor: 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP. (rs)