MAROS, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID -- Di sela kunjungan kerjanya di Kabupaten Maros, Penjabat Gubernur Sulsel, Bahtiar Baharuddin menyempatkan diri memenuhi undangan dari pengurus Dewan Pengurus Daerah (DPD) Real Estat Indonesia (REI) untuk menyaksikan salah satu kawasan perumahan yang telah dibangun dan dikembangkan REI di Perumahan Bina Sarana Residence, Moncongloe Lappara, Kecamatan Moncong Loe, Kabupaten Maros, Minggu, 15 Oktober 2023.
Pada kesempatan tersebut Ketua pengurus REI yang baru terpilih, Mahmud Lambang menjelaskan program yang dilakukan REI membangun perumahan dengan konsep kawasan baru di setiap kabupaten.
Bahtiar menyatakan setuju dengan adanya pembangunan properti perumahan dengan konsep pendekatan kawasan. Termasuk untuk perumahan skala mikro atau subsidi.
Menurutnya konsep perumahan modern, harus memiliki planning ada jalan, saluran air, taman, penghijauan, serta sarana dan prasarana publik lainnya.
"Itu yang bisa kita lakukan, saya setuju gagasan Pak Haji Mahmud memang harus bikin kawasan. Sebuah kawasan juga akan dibangun fasos, jalan, sekolah, taman bermain dan hutan lingkungan," sebutnya.
Ia mengaku senang diundang dan membahas terkait tata bangunan. Karena di tahun 2001 dirinya saat masih menempuh pendidikan juga sempat bekerja di Kementerian PUPR yang dulu namanya Kementerian Perkim, sehingga mengerti tentang undang-undang tata bangunan.
Kemudian dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 meletakkan otonomi yang luas kepada daerah di mana semua urusan pemerintahan adalah urusan semua urusan pemerintahan daerah, kecuali kecuali urusan pemerintahan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama yang menjadi kewenangan absolut pemerintah pusat serta kewenangan lain, seperti kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro.
Dulu persoalan perumahan adalah kewenangan pemerintah pusat, setelah desentralisasi berdasarkan undang-undang tersebut maka sejumlah kebijakan di perumahan publik di Indonesia, termasuk bidang ke PU-an harus disesuaikan dengan otonomi daerah.
"Saya salah satu yang berperan di belakang perbaikan regulasi perumahan di Indonesia khususnya konsep-konsep desentralisasi," jelasnya.
Kesenjangan kebutuhan hunian masih terbentang lebar. Pemerintah, perbankan, dan pengembang harus berkolaborasi menaikkan kapasitas produksi rumah.
"Saya mengerti persoalan perumahan, yakni dimaksud backlog, antara kebutuhan warga bangsa dengan ketersedian perumahan di Indonesia terjadi kesenjangan dari waktu ke waktu," ucapnya.
Idealnya, tersedia perumahan yang cukup bagi warga dan terdapat perlindungan bagi warga dan tidak terjadi kesenjangan.
"Yang idealnya harus ada formula disiapkan, apakah lahannya disiapkan oleh pemerintah atau pemerintah daerah, lalu dihibahkan kepada masyarakat, kepada masyarakat tidak mampu. Nanti swasta yang membangun sehingga harganya bisa setengahnya saja," tuturnya.
Sehingga diharapkan tidak ada hambatan kebijakan dalam pembangunan. Serta tetap harus sesuai dengan koridor hukum yang ada.
Sementara, Mahmud Lambang menyebutkan, selain pembangunan kawasan baru. Selama ini yang menjadi kendala jika membangun di bawah 10 hektar maka berbagai tantangan dihadapi. Terutama perbankan yang enggan melakukan investasi.
"Kami melakukan kawasan baru, Alhamdulillah tahun 2018 mulai perbankan masuk di perumahan kami dan inilah hasilnya. Sekarang baik pemerintah dan perbankan mendukung kami membangun perumahan," sebutnya.
Ia juga mengaku REI mendapat dukungan dari pemerintah daerah untuk pembangunan perumahan. Ia juga meminta dukungan Pemprov dalam pengembangan kawasan baru di Sulsel. Karena agar investor bisa melakukan investasi. Agar pemenuhan perumahan dapat terpenuhi.
"Demikian juga perbankan, saya melihat tidak akan melakukan investasi kepada developer ketika pangsa pasar melandai," ujarnya.
"REI mendukung Sulsel untuk berkembang dan menjadi provinsi terbaik," pungkasnya.(rls)