BONTOBAHARI,RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID -- Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme Provinsi Sulawesi Selatan (FKPT- Sulsel) menggelar sosialisasi pencegahan terorisme. Kegiatan yang mengangkat tema Kenduri (Kenali dan Peduli Lingkungan Sendiri) Desa Damai dalam Pencegahan Radikalisme dan Terorisme yang bertempat di Gedung Masyarakat Desa Bira Kecamatan Bontobahari, Rabu 28 November 2023.
Kegiatan yang menggandeng Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT-RI) tersebut diikuti puluhan peserta
Selain tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pendidik, jurnalis, hingga aparat TNI dan Polri.
Hadir pula pada acara tersebut Direktur Pencegahan BNPT, Prof. Dr. Irfan Idris, MA, Tenaga Ahli BNPT, Willy Pramudya, Wakil Ketua FKPT Sulsel, Dr. Ir. Musdalipa, M.Si, Camat Bontobahari, Andi Syamsir Achyat Patunru, S.Pt., Kepala Desa Bira Murlawa, SE., dan Kepala KUA Bontobahari H. Amri Syam.
Prof. Irfan Idris mengatakan, pada tahun politik ini, paham radikalisme kerap kali muncul. Hal yang paling mengejutkan bahwa perempuan dan anak-anak terkadang paling mudah untuk diserang oleh paham yang keliru yang dapat membawa pada tindakan terorisme.
Dijelaakan, ada empat ciri terorisme di masyarakat, yang menurutnya tidak identik secara fisik. Namun hal tersebut identik dengan kepentingan yaitu menolak pancasila, menolak NKRI, tidak roleransi dan suka mengkafirkan.
"Media sosial memiliki pengaruh besar dalam memasukan pemahaman terorisme. Oleh karna itu, pencegahan akan faham radikalisme dan terorisme dapat dilakukan tentunya dengan peran orangtua dalam memberikan edukasi kepada anak-anaknya dan dengan mendorong kearifan lokal," paparnya..
Sementara itu, Kepala Desa Bira, Murlawa mengatakan, pencegahan terorisme dapat dicegah dengan konsep kearifan lokal. Empat konsep ditawarkan, di antaranya gotong royong dengan melaksanakan kerja bakti dan saling membantu, rukun dengan menjaga keharmonisan antar warga" jelasnya.
Selanjutnya, memegang teguh adat istiadat sebagai pedoman hidup dengan aturan yang tegas dan mengakar pada budaya. Terakhir, lepercayaan dengan menawarkan rasa percaya kepada sesama.
Selain itu perlu mendorong pendidikan dan pelatihan, memberikan pendidikan pelatihan untuk membangun kesadara praktik kekerasan dan radikalisme. Yang tak kalah penting menurutnya, perlu melakukan dialog dan diskusi dengan mendorong pemangku kepentingan untuk memeras isu penting.
" Tentunya tantangan dalam menerapkan konsep kearifan lokal sejauh ini menurutnya tidaklah mudah karena ketimpangan pemahaman, perbedaan budaya, bahasa tardisi dan disisi lain pendanaan masih terbilang minim," tutupnya.(*)