BULUKUMBA, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID -- Tragedi meledaknya tungku Smelter PT.ITSS di kawasan industri PT.IMIP Morowali telah merenggut nyawa Dadang Mudassir, seorang warga Bulukumba yang memiliki perjalanan hidup yang inspiratif.
Dadang, berasal dari Desa Bontobulaeng, Kecamatan Bulukumpa, Kabupaten Bulukumba, meninggal pada usia yang belum genap 30 tahun. Jika tidak terjadi tragedi ini, Dadang baru akan merayakan ulang tahunnya yang ke-30 pada 28 Maret 2024.
Sejak tahun 2017, Dadang telah bekerja di Morowali hingga pada 2021 ia diangkat sebagai pengawas mekanik umum di PT. IMIP dan masih menjabat dijabatan tersebut sampai tragedi itu terjadi.
Meskipun latar belakang pendidikannya adalah sarjana akuntansi dari Universitas Muhammadiyah Makassar. Keahliannya dalam mekanika menunjukkan keberagaman bakatnya.
Dadang juga dikenal sebagai sosok pekerja keras dan bertanggung jawab. Dadang menjadi tulang punggung keluarganya, menyokong ayah, ibu, dan adik laki-lakinya.
Ibunya, Daya, menyatakan bahwa Dadang adalah anak mandiri yang menjaga keluarganya dengan penuh tanggung jawab.
Daya yang ditemui dikediamannya di Dusun Bontobulaeng oleh RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID dua hari setelah almarhum dimakamkan, terlihat masih sangat terpukul atas kepergian anaknya.
Dengan kedua matanya yang masih sembab dan raut wajah yang layu ia menceritakan sedikit kisah inspiratif Dadang semasa hidup.
"Sejak lulus SMP sudah tidak tinggal di sini, dia sekolah di SMK Sinjai tinggal bersama neneknya di sana. Waktu kuliah juga langsung ke Makassar. Selama ini memang dia mandiri," papar ibu 53 tahun itu menggambarkan kemandirian anak sulungnya tersebut.
Semasa sekolah Dadang juga dikenal sebagai siswa yang rajin dan berprestasi, itu terlihat dari rapornya yang selalu mendapatkan nilai baik dan mendapatkan ranking di sekolahnya. Begitu pula saat berkuliah di Unismuh Makassar Dadang mampu menyelesaikan studinya tepat waktu dan mendapatkan IPK di atas rata-rata.
Tidak hanya pada masa pendidikan, tetapi prestasi Dadang terus beranjut di tempat kerja. Setelah lulus kuliah pada 2017 lalu, Dadang langsung mendaftar kerja dan diterima sebagai karyawan helm kuning di PT.IMIP Morowali.
Meskipun pekerjaan mekanika di PT.IMIP tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya sebagai sarjana akuntansi, namun Dadang tetap mampu menjalankan segala tugas yang diberikan oleh perusahaan.
Pekerjaannya selalu dinilai baik oleh perusahaan, sehingga belum lima tahun mengabdi jabatannya telah dinaikkan menjadi pengawas mekanik umum dan berhak menggunakan helm biru perusahaan.
Dadang termasuk perantau sukses di Morowali, selain menduduki posisi yang baik di perusahaan ia juga telah memiliki lahan sendiri dan menjalankan usaha kost-kosan di sana.
Meski sudah temasuk lelaki mapan dan usianya sudah matang, Dadang belum mau menikah sebelum mengembangkan usaha kost-kosannya dan merenovasi rumah orang tuanya.
"Katanya dia mau menikah kalau sudah beres semua urusannya termasuk kost-kosan dan dia mau renovasi dulu ini rumah," ungkap Daya.
Namun takdir memutuskan lain, ternyata kepergiannya lebih cepat dari yang diharapkan. Ledakan tungku smelter PT.ITSS merenggut nyawanya, Dadang gugur dalam medan perjuangan membangkitkan derajat soal ekonomi keluarga.
Meskipun Daya masih merasakan kesedihan yang mendalam, ia tetap berusaha mengucapkan kalimat bijak bahwa "Allah lebih sayang sama Dadang."
Selain ibu, Dadang juga meninggalkan ayahnya bernama Jamaluddin, yang usianya kini 60 tahun, dan adik laki-laki bernama Darwin Tamsil yang juga telah beranjak dewasa.
Adik Dadang, Darwin, yang kini berusia 24 tahun masih mencari arah untuk melanjutkan perjuangan Dadang di Morowali atau mencari jalur pekerjaan yang berbeda.
Tragedi ini meninggalkan duka mendalam pada keluarga Dadang, dan sementara mereka berusaha mencari makna, harapan kini ada di pundak Darwin, yang sedang merenungkan langkah berikutnya.
"Saya belum tahu bagaimana ke depannya, jujur saya masih terpukul dengan kejadian ini. Tapi ini sudah jalannya semoga almarhum tenang di sana," imbuh Darwin. ****