Dadang Mudassir Warga Bulukumba Korban Tragedi Morowali

  • Bagikan

BULUKUMBA, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID -- Tragedi meledaknya tungku Smelter PT. ITSS di kawasan industri PT. IMIP Morowali telah merenggut nyawa Dadang Mudassir, seorang warga Bulukumba yang memiliki perjalanan hidup yang inspiratif.

Dadang, berasal dari Dusun Bontobulaeng, Desa Bontobulaeng, Kecamatan Bulukumpa, Kabupaten Bulukumba, meninggalkan kita pada usia yang belum genap 30 tahun. Jika tidak terjadi tragedi ini, Dadang akan merayakan ulang tahunnya yang ke-30 pada 28 Maret 2024.

Sejak tahun 2017, Dadang telah bekerja sebagai pekerja di Morowali hingga pada 2021 ia diangkat sebagai pengawas mekanik umum di PT. IMIP dan masih menjabat dijabatan tersebut sampai tragedi itu terjadi.

Meskipun latar belakang pendidikannya adalah sarjana akuntansi dari Universitas Muhammadiyah Makassar, angkatan 2012. Keahliannya dalam mekanika menunjukkan keberagaman bakatnya.

Ia juga dikenal sebagai sosok pekerja keras dan bertanggung jawab. Dadang menjadi tulang punggung keluarganya, menyokong ayah, ibu, dan adik laki-lakinya. Ibunya, Daya, menyatakan bahwa Dadang adalah anak mandiri yang menjaga keluarganya dengan penuh tanggung jawab.

Meskipun memiliki jabatan di Morowali, Dadang juga menjalankan usaha kost-kosan. Rencananya untuk menikah tertunda karena fokus pada pengembangan usahanya di Morowali. Namun, takdir memutuskan sebaliknya, dan keluarga harus menerima kepergian Dadang lebih cepat dari yang diharapkan.

Daya, ibu Dadang, yang ditemui dikediamannya di Dusun Bontobulaeng oleh RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID terlihat masih sangat terpukul atas kepergian anaknya.

Dengan kedua matanya yang masih sembab dan raut wajahnya yang layu ia menceritakan betapa mandirinya anaknya saat masih hidup.

"Sejak SMA dia sudah pisah, dia sekolah di SMK Sinjai tinggal bersama neneknya di sana. Waktu kuliah juga langsung ke Makassar. Selama ini memang dia mandiri," kata Daya.

Ibu yang kini berusia 53 tahun itu menyampaikan bahwa Dadang hanya meminta doa dari keluarganya, dan tidak pernah membenani saat dirinya berada di Morowali.

"Waktu diangkat jadi pengawas saja saya tidak tahu. Satu tahun setelah itu baru dia bilang. Dia hanya kirim gajinya tidak pernah bilang apa jabatannya," kata Daya.

Meskipun Daya masih merasakan kesedihan yang mendalam, ia tetap berusaha mengucapkan kalimat bijak bahwa "Allah lebih sayang sama Dadang."Selain ibu, Dadang juga meninggalkan ayahnya, Jamaluddin, yang usianya kini 60 tahun, dan adik laki-laki bernama Darwin Tamsil.

Darwin, yang juga berjuang dengan kehilangan kakaknya, masih mencari arah untuk melanjutkan perjuangan Dadang di Morowali atau mencari jalur pekerjaan yang berbeda.

Tragedi ini meninggalkan duka mendalam pada keluarga Dadang, dan sementara mereka berusaha mencari makna, harapan kini ada di pundak Darwin, yang sedang merenungkan langkah berikutnya.

"Saya belum tahu bagaimana ke depannya, jujur saya masih terpukul dengan kejadian ini. Tapi ini sudah jalannya semoga almarhum tenang di sana," imbuh Darwin. (ewa/has/B

Penulis: BASO MAREWA Editor: HASWANDI ASHARI
  • Bagikan