MAKASSAR, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID – Mantan Kadis Perpustakaan Kota Makassar, Tenri A. Palallo akhirnya buka suara terkait dakwaan yang diterimanya pada kasus pembangunan Gedung Perpustakaan Kota Makassar di Jalan Kerung-kerung.
Saat pembacaan Pledoi di PN Makassar, Rabu siang 27 Desember 2023, Tenri tampak tegar. Didampingi tim pengacaranya, Tenri membacakan Nota Pembelaannya sendiri.
“Majelis hakim yang saya muliakan, pertama-tama saya sampaikan terima kasih banyak atas proses persidangan yang mengajari saya tentang dunia hukum kita. Mengajari saya lebih sabar, mengajari saya tersenyum dalam kesakitan, dan berbasa-basi dalam kedukaan,” tuturnya.
Terkait nomor perkara 106/Pid.sius-TPK/2023/PN Mks. Atas nama terdakwa Tenri A. Palallo S.Sos MSi, secara gamblang Tenri menyatakan bahwa semua dakwaan yang ditujukan kepadanya sangat tidak mendasar dan tidak benar.
Kepada Jaksa Penuntut Umum, Tenri juga menyampaikan terima kasih. Meski ia menyebut bahwa JPU sangat menggebu-gebu mengantarkan dugaan korupsi pembangunan Gedung Layanan Perpustakaan Kota Makassar yang pembiayaannya menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK-2021).
“Saya tersangka dengan kerugian negara yang diumumkan Kepala Kejaksaan Negeri Makassar melalui Konferensi Pers sebesar Rp 3.090.573.563 Miliar. “Angka ini tidak benar yang mulia,” tegas Tenri.
Tenri kemudian merincikan dana pembangunan Gedung Perpustakaan Tahun 2021. Mulai dari nilai kontrak sebesar Rp 7.988.363.000 sampai realisasi termin I dan termin II bobot 70 persen senilai Rp 5.591.854.100. Dan masih ada sisa dana Termin III di kas negara sebesar Rp 2.396.508.900.
Menurut Tenri, kalau angka tiga miliar (seperti disampaikan Kajari saat jumpa pers) diambil dari sisa anggaran Termin III yang tersimpan di kas daerah ditambahkan dengan taksiran kerugian negara dari BPKP (atas permintaan jaksa penyidik) senilai Rp 662.650.072.40, maka ia menganggap Kajari telah menyampaikan data yang tidak akurat. “Dan mengabaikan hak praduga tak bersalah yang melekat sebagai penghargaan terhadap hak dasar saya sebagai manusia,” tegasnya.
Saat membacaan pledoinya, suasana PN Makassar menjadi hening. Tak sedikit pengunjung dan keluarga dari Tenri A. Palallo meneteskan air mata. Sesekali Tenri menghela nafas. Memberi jeda sebelum melanjutkan membaca pembelaannya yang ditulis sendiri.
“Informasi yang disampaikan Kajari saat jumpa pers tidaklah lengkap. Dalam ilmu jurnalistik, tidak berdasar 5w+1H. Informasinya tidak netral dan terkesan sensasional. Akibatnya reaksi publik beragam dan mayoritas mendiskreditkan saya,” tukasnya.
“Sungguh sebutan koruptor meruntuhkan semua perjuangan dan budaya ajaran orang tua saya, maleppu dan de na maceko-ceko.”
Tenri juga mengaku tidak bisa menggunakan hak jawab akibat penahanan dirinya. “Walau fakta ini menyakitkan saya, menjadi PPK adalah tugas negara dan tim kejaksaan juga melaksanakan tugas negara. Kita sama-sama sedang menjalankan tugas negara,” tambahnya.
Tenri menceritakan bahwa selama ditahan di Rutan Kelas 1 Makassar, setiap menjelang tidur ia berharap inilah tidur terakhirnya. “Tapi ternyata sampai hari ini saya masih terbangun. Saya percaya Allah SWT menyuruh saya untuk berikhtiar, untuk berkata yang sebenar-benarnya. Bahwa tuntutan pasal 3 jo 18 UU Tipikor tidak benar adanya,” tambahnya.
Tenri juga menyampaikan justru dengan kewenangannya ia berhasil membangun gedung Perpustakaan yang dibutuhkan masyarakat Kota Makassar, setelah dua tahun tertunda. Gedung Perpustakaan Kota Makassar dinilai sebagai sarana yang dibutuhkan dan termanfaatkan dengan ketidaksempurnaannya.
“Andai tidak ada gedung, Dinas Perpustakaan akan mengontrak kantor. Pengerjaan dengan bobot bangunan 91,85 persen (sesuai hasil BPK RI) adalah prestasi tim kerja Perpustakaan, perencana, pengawas, tim ahli, tim teknis, tim internal Perpustakaan yang terus bekerja keras mengejar deadline,” terang Tenri.
Ia lantas menyebut keberadaan Gedung Perpustakaan Kota Makassar adalah mimpi kita semua. Menghadirkan layanan yang paripurna untuk anak-anak bangsa. “Makanya dakwaan yang terhormat Jaksa Penuntut Umum jelas-jelas telah mengabaikan nurani hukum dan tidak mempertimbangkan asas keadilan berdasarkan landasar hukum baik yuridis, filosofis maupun landasar sosiologis,” tutur Tenri.
Sebelum menutup pledoinya, Tenri menyampaikan harapannya kepada Majelis Hakim agar membebaskan dirinya dari segala tuntutan atas perkara ini.
“Majelis hakim adalah jelmaan Tuhan di muka bumi dalam menegakkan kebenaran. Semua yang saya sampaikan dalam proses hukum ini saya yakin dipertanggungjawabkan pula pada pengadilan berikutnya. Ada lima anak perempuan menunggu kehadiran saya di rumah. Ada suami dan ibu saya yang telah menua. Saya berharap masih memiliki waktu untuk merawat mereka semua di usia yang tak lagi muda ini,” tutupnya. (nad)