BULUKUMBA, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID -- Salah seorang oknum anggota polisi Bulukumba diduga menghalang-halangi kerja-kerja jurnalistik. Kejadian tersebut terjadi saat jurnalis ingin meliput kertas suara yang rusak di Gudang Logistik KPU Bulukumba, pada Rabu, 10 Januari 2024.
Jurnalis Metro TV, Musdalifa mengaku dihalangi oleh oknum anggota Polres Bulukumba saat hendak mengambil gambar contoh kertas suara yang rusak.
"Saya mau liputan kertas suara yang rusak, dan ini sudah melalui izin dari Ketua KPU. Tapi saat saya mau ambil gambar tiba-tiba itu polisi melarang dengan cara membentak," ungkap perempuan yang akrab disapa Ifa tersebut.
Tak hanya dihalangi, namun Ifa yang juga anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar itu juga sempat dibentak dan diminta untuk diam.
Berdasarkan hasil penelusuran RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID oknum polisi yang diduga menghalang-halangi kerja-kerja jurnalistik itu bernama Aiptu Azhar bertugas di SDM Polres Bulukumba.
Kabag OPS Polres Bulukumba, AKP Andi Huseng yang dikonfirmasi RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID membenarkan bahwa pihaknya memang menempatkan personel untuk melakukan penjagaan di Gudang Logistik KPU Bulukumba.
Terkait kejadian dugaan oknum anggotnya yang menghalangi kerja-kerja jurnalis di sana, AKP Andi Huseng mengaku belum memperoleh informasi.
Kendati demikian, Andi Huseng berjanji akan memanggil oknum polisi yang bersangkutan untuk dimintai klarifikasi. Serta menjelaskan kepada anggotanya terkait kerja-kerja jurnalistik.
"Mungkin yang bersangkutan belum memahami soal kebebasan pers, tapi saya akan segera panggil untuk minta klarifikasinya," katanya.
Diketahui, menghalangi kerja-kerja jurnalistik merupakan suatu bentuk pelanggaran pidana.
Berdasarkan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, pasal 18, ayat (1) berbunyi, "setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah)."
Di mana, pasal 4 ayat (2) berbunyi "Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran." Dan ayat (3) berbunyi "untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi." ****