BULUKUMBA, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID -- Menikahkan korban perkosaan dengan pelaku dianggap bukan sebagai solusi terbaik, justru akan semakin menambah rasa traumatik terhadap korban.
Ketua Yayasan Pemerhati Masalah Perempuan (YPMP) Sulawesi Selatan (Sulsel), Aflina Mustafainah, menyampaikan bahwa kekeliruan masyarakat secara umum dalam melihat pemerkosaan adalah mengedepankan moralitas.
"Alasan mengawinkan adalah untuk menutup aib keluarga. Hal ini jauh lebih penting mereka pandang ketimbang memberi pemenuhan hak pada korban perkosaan," ungkap Aflina.
Aflina menegaskan bahwa perkawinan bukanlah jalan keluar bagi korban karena perkosaan berdampak psikis pada korban berupa trauma dan seterusnya.
"Korban berada dalam kondisi trauma selama perkawinannya berlangsung, bisa jadi dia tidak akan pernah menikmati hubungan seksual dengan pasangannya yang pelaku perkosaan, bahkan setiap kali melihat pasangannya di dalam rumah, akan mentrigger traumanya muncul," jelasnya.
Menurut Aflina, dalam kasus tersebut pemerintah sebagai aparat negara harusnya menggunakan regulasi untuk melindungi korban, memulihkan korban untuk perbaikan hidup di masa depannya.
"Perkosaan adalah tindak kriminal murni, meski telah ada pengakuan dari pelaku, namun tindak pidananya harus masuk di ranah hukum," terangnya.
Aflina menekankan, bukan berarti perkawinan adalah jalan keluar, tetapi harusnya tidak ditempuh sebagai langkah yang akan mentrigger trauma korban.
"Untuk itu pemerintah harusnya patuh pada regulasi di negara kita yaitu UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, bahkan harusnya pemerintahlah yang menjadi pelapor atas perkosaan yang terjadi pada warga negara," tukasnya.
Sebelumnya, seorang anak perempuan berusia 11 tahun, dengan inisial RY, menghadapi kenyataan tragis setelah hamil akibat diperkosa oleh seorang pria beristri.
RY, yang masih duduk di bangku kelas 4 sekolah dasar, kini mengandung lima bulan. Sementara pelaku bernama Faizal, seorang pria berusia 19 tahun, dan telah memiliki istri.
Kejadian tragis itu terjadi pada Agustus 2023, ketika RY menginap di rumah neneknya di salah satu kecamatan di Kabupaten Bulukumba. Saat itu, pada tengah malam, masuk ke kamar RY dan melakukan perbuatan tercela tersebut.
Keluarga korban baru mengetahui apa yang telah dialami RY pada Desember 2023. Setelah mengetahui anaknya mengandung, orang tua korban pun melaporkan kasus ini ke Polres Bulukumba.
Namun beredar informasi bahwa kasus ini berupaya diselesaikan dengan cara kekeluargaan antara pihak korban dengan pihak pelaku. Korban akan dinikahkan dengan pelaku.
Berdasarkan informasi yang dihimpun RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID, korban akan dinikahkan dengan pelaku, dengan permintaan uang panai dari pihak korban sebesar 50 juta rupiah. ****