BULUKUMBA, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID -- Menikahkan korban secara paksa dengan pelaku dalam kasus kekerasan seksual merupakan pelanggaran hukum.
Direktur Rumah Mama Sulawesi Selatan (Sulsel), Lusia Palulungan, menjelaskan bahwa pihak-pihak yang terlibat dapat dijerat dengan Pemaksaan Perkawinan di dalam Pasal 10 Undang-Undang (UU) Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
"Di mana salah satu bentuk pemaksanaan perkawinan di dalam pasal ini (Pasal 10 TPKS) adalah mengawinkan korban kekerasan seksual dengan pelaku," jelas Lusi saat dikonfirmasi RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID via WhatsApp, Kamis, 18 Januari 2024.
Menikahkan korban bukanlah solusi, yang mestinya dilakukan adalah penanganan korban terkait dengan pemulihannya.
"Selain pemulihan psikologis, juga pendampingan menjalani masa kehamilan sampai melahirkan," ujar Lusi.
"Selain dukungan pemerintah, dukungan keluarga sangat diperlukan agar korban mendapatkan rasa aman dan kuat dalam menghadapi kondisinya," tambahnya.
Dalam penanganan kasus, Lusi mengungkapkan bahwa penyidik di Kepolisian juga harus mulai menerapkan kebijakan mengenai kerugian yang ditimbulkan. Sehingga nantinya, JPU dapat mengajukan tuntutan ganti kerugian selain tuntutan pidana.
Sebelumnya, Seorang anak perempuan berusia 11 tahun, dengan inisial RY, menghadapi kenyataan tragis setelah hamil akibat diperkosa oleh seorang pria beristri.
RY, yang masih duduk di bangku kelas 4 sekolah dasar, kini mengandung lima bulan. Sementara pelaku bernama Faizal, seorang pria berusia 19 tahun, dan telah memiliki istri.
Kejadian tragis itu terjadi pada Agustus 2023, ketika RY menginap di rumah neneknya di salah satu kecamatan di Kabupaten Bulukumba. Saat itu, pada tengah malam, masuk ke kamar RY dan melakukan perbuatan tercela tersebut.
Keluarga korban baru mengetahui apa yang telah dialami RY pada Desember 2023. Setelah mengetahui anaknya mengandung, orang tua korban pun melaporkan kasus ini ke Polres Bulukumba.
Sempat beredar kabar bahwa kasus ini akan diselesaikan dengan menikahkan korban dengan pelaku. Pihak korban sempat meminta uang pernikahan atau uang 'Panai' kepada pihak pelaku sebesar 50 juta rupiah.
Namun pihak pelaku hanya menyanggupi 10 juta rupiah, sehingga pihak korban memutuskan untuk tetap melanjutkan kasus ini.
HS, ibu kandung korban yang dikonfirmasi RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID membenarkan bahwa pihak keluarganya sempat ingin menikahkan korban dengan pelaku.
"Awalnya memang itu laki-laki mau kasi naik uang tapi tidak sesuai. Keluargaku minta 50 juta, tap yang mau dibawa itu cuma 10 juta. Jadi kami memutuskan untuk dilanjut saja proses hukumnya," ungkap HS kepada RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID.
HS menjelaskan upaya untuk menikahkan anaknya dengan pelaku sempat ingin dilakukan karena anaknya sedang mengandung anak pelaku.
"Maksud saya kalau memang bisa dinikahkan walaupun nikah siri yang penting itu anak nanti lahir ada ayahnya, tapi mau bagaimana lagi kalau menang tidak bisa yah sudah lah," katanya.
Kendati demikian, HS berharap pelaku dapat dihukum seberat-beratnya atas perbuatannya yang telah menghancurkan masa depan korban.
Diketahui, kasus ini telah ditangani oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Bulukumba, dan pelaku kini telah diamankan oleh penyidik.****