POLITIK, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID -- Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja mempersilakan, apabila DPR RI akan menggulirkan hak angket terkait pelanggaran Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Usulan hak angket, yang merupakan ranah DPR RI, disampaikan calon presiden (capres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo untuk mengungkap indikasi kecurangan Pemilu 2024.
“Ya, silahkan saja. Dalam mekanisme sistem politik, kami tidak bisa menilai hal tersebut. Kami tidak dalam kerangka itu. Partai politik pasti punya perspektifnya sendiri,” kata Rahmat Bagja di Kampus UI Depok, Jawa Barat, Kamis (22/2).
Sebagai salah satu penyelenggara Pemilu, Bagja mengatakan, fungsi Bawaslu hanya menindaklanjuti pelanggaran sesuai Undang Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Bahkan, berdasarkan UU itu Bawaslu tidak berhak mengomentari inisiatif pengajuan hak angket.
“Menindaklanjuti pelanggaran iya, tapi jika kemudian ini dibawa ke dalam mekanisme Dewan Perwakilan Rakyat, ya itu kewenangan dari Dewan Perwakilan Rakyat, bukan ada di Bawaslu,” paparnya.
Menurut Bagja, saat ini Bawaslu masih fokus untuk menyiapkan dan mengawasi proses rekapitulasi penghitungan suara.
“Dan, juga sedang menyiapkan jika nanti ada masalah masuk ke Mahkamah Konstitusi. Sekarang kami sedang menghimpun hasil pengawasan teman-teman di tingkat kabupaten dan kota,” lanjut Bagja.
Bagja juga mengungkapkan, pihaknya telah menerima 962 laporan dan 465 temuan selama pelaksanaan Pemilu 2024. Saat ini, lanjutnya, Bawaslu telah mendaftarkan 387 laporan dan 396 temuan.
“Saat ini, 100 kasus masih dalam proses penanganan pelanggaran. Kemudian, 408 kasus telah ditetapkan sebagai pelanggaran dan 278 kasus dinyatakan bukan sebagai pelanggaran,” jelas dia.
Menurut Bagja, ada 26 pelanggaran administrasi, 14 dugaan tindak pidana Pemilu, 232 pelanggaran kode etik, dan 95 pelanggaran hukum lainnya. Sementara itu, terkait pelanggaran pada tahapan kampanye, Bagja menyatakan, telah menerima 297 laporan dan 165 temuan.
Sedangkan untuk penanganan pelanggaran tahapan kampanye, sebanyak 84 kasus masih dalam proses penanganan, 75 kasus telah dinyatakan sebagai pelanggaran, dan 86 kasus dinyatakan bukan sebagai pelanggaran.
"Pelanggaran pada tahapan kampanye, terdiri atas 1 pelanggaran administrasi, 17 dugaan tindak pidana Pemilu, 20 pelanggaran kode etik, dan 38 pelanggaran hukum lainnya," pungkasnya. (jpnn)