BULUKUMBA, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID -- Pria bernama Akbar Idris divonis bersalah atas kasus pencemaran nama baik Bupati Bulukumba, Andi Muchtar Ali Yusuf. Putusan dibacakan melalui persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Bulukumba, Senin, 29 April 2024.
Akbar diputuskan melanggar Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Berdasarkan petikan putusan nomor 184/Pid.B/2023/PN Blk, Akbar Idris dijatuhi pidana dengan pidana penjara 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan, dan diperintahkan untuk dilakukan penahanan.
Kasus tersebut berbermula pada hari Rabu, tanggal 13 Juli 2022, lalu, Akbar meneruskan sebuah sebaran digital ke grup whatsapp Forum Diskusi Bulukumba di mana pesertanya sebanyak 458 akun yang terdiri dari berbagai macam kalangan, dan latar belakang. Termasuk Andi Muchtar Ali Yusuf juga berada di grup tersebut.
Sebaran digital yang diteruskan oleh Akbar berisi tulisan:
"DEWAN PENGURUS PUSAT GENERASI MILENIAL INDONESIA" Berdasarkan hasil temuan DPP GMI dugaan tindak pidana korupsi ditubuh pemerintahan Kabupaten Bulukumba, kami dari DPP GMI akan melaporkan Bupati Kabupaten Bulukumba Bapak Andi Muchtar Ali Yusuf di Gedung Merah Putih (KPK RI) atas dugaan tindak pidana korupsi terkait pembangunan infrastruktur dengan total kerugian negara mencapai 9,1 Milyar, kami juga mendesak Pimpinan KPK RI segera melakukan pemeriksaan terhadap Bupati Bulukumba. #PPGMI #DPPGMIUNTUKINDONESIA#SAVEKPKRI#SAVEKEJAGUNGRI #SAVEBARESKRIPOLRI. Tertanda: Albar (Ketua umum), Izmil Patola (Sekertaris Jenderal)."
Setelah meneruskan sebaran digital tersebut, Akbar memberikan keterangan dengan menulis "Keras barang ini" yang kemudian direspon oleh beberapa peserta grup lainnya.
Berikut isi percakapannya:
Akbar Idris:"Keras barang ini"
peserta/akun (Lukmanrese, S. Pt): " Hahh" peserta/akun (Yusran Daeng Matt)...: "Ngeriii"
peserta/akun (085343757007): "Bikin malu2in, tapi kayaknya hoax.
peserta/akun (081340186364): "Itulah"
peserta/akun: (RAMLI MANDOR LONSUM): "kaykanya hoax de"
Akbar Idris:"Kalau pun itu hoax, dilihat nanti"
peserta/akun (Kamal Adel):"woooo"
Terdakwa:"Karena dia punya datanya"
peserta/akun (Lukmanrese, S. Pt):"Penjara menanti"
peserta/akun (Adrintotalisme): "Kalau hoax pasti di penjarakan itu"
Akbar Idris :"Info saya dapat, yang laporkan punya data A1"
Akbar Idris: "Klu pun karrna alasan kaya raya yang menjadi dasar tidak mungkin seorang bupati ditersangkakan, maka tidak mungkin seorang mardani H maming ditersangkakan KPK"
peserta/akun (YAYAT GERINDRA HB): "Mungkin karena pelanggaran administrasi"
Akbar Idris:"Justru karena pelanggaran administrasi lah yang kemudian memunculkan potensi korupsi kk"
Dalam surat dakwaannya, Jakasa Penuntut Umum (JPU) Kejari Bulukumba, Dedy Chaidryanto menjelaskan bahwa tanggapan dari Albar Idris di grup merupakan bentuk peneguhan kehendak terdakwa dalam melaksanakan perbuatannya meskipun ia menyadari bahwa muatan yang terdapat dalam tulisan atau gambar tersebut tidak dapat dipastikan kebenarannya.
Terlebih, setelah adanya tanggapan dan pertanyaan oleh khalayak yang telah mengetahui tuduhan yang ada dalam tulisan atau gambar tersebut, terdakwa membuat tuduhan berupa teks kalimat yang telah menciptakan konteks penyerangan terhadap kehormatan dan nama baik A. Muchtar Ali Yusuf dan tidak ada upaya untuk kembali melakukan konfirmasi dan verifikasi meskipun terdapat waktu dan kesempatan untuk menanyakan kebenarannya kepada Muchtar Ali Yusuf yang juga bergabung dalam grup tersebut.
Nnamun terdakwa justru menyimpulkan bahwa tuduhan tersebut adalah benar sehingga masyarakat umum tidak mendapatkan informasi yang berimbang dan dapat terjadi penghukuman sosial kepada A. Muchtar Ali Yusuf.
Dedy mengungkapkan bahwa beberapa waktu setelah meneruskan sebaran digital tersebut, terdakwa sempat melakukan permintaan maaf secara langsung maupun secara terbuka kepada A. Muchtar Ali Yusuf salah satunya melalui media online pada tanggal 21 Juli 2022.
Akbar Idris menyampaikan permintaan maaf dan pernyataan adanya kekeliruan terdakwa dalam menyikapi tulisan atau gambar yang ia terima serta penyampaiannya adalah tidak benar dan tidak memiliki data seperti yang ia tuduhkan seperti yang dikemukakan sebelumnya.
Namun sikap dari terdakwa tersebut, menurut JPU bertentangan dengan pendiriannya di awal ketika menyampaikan tanggapan setelah beberapa saat mengirimkan tulisan atau gambar yang mengklaim adanya data akurat dengan klasifikasi A1 dari sumber informasi yang diterimanya.
"Ketidakbenaran informasi itu sesungguhnya sudah diketahui terdakwa karena informasi tersebut bukanlah informasi yang valid dan muatan yang ada dalam tulisan atau gambar yang ia teruskan tidak memiliki data serta tidak pernah ada laporan kepada pihak berwenang atas tuduhan seperti yang termuat dalam tulisan atau gambar tersebut," tulis Dedy dalam dakwaannya.
Terkait di mana Akbar Idris memperoleh sebaran digital tersebut, Dedy menyampaikan bahwa Akbar Idris memperoleh dari salah satu grup Whatshapp bernama PBHMI yang katanya diposting oleh salah satu peserta dalam grup tersebut.
Namun, pada saat pemeriksaan Akbar Idris menolak untuk memperlihatkan isi percakapan grup dan ponsel serta kontak whatsapp yang digunakannya sudah tidak ada dan sampai saat ini masih dalam pencarian barang bukti.
Dedy mengungkapkan bahwa pihaknya juga telah mengupayakan untuk memediasi kedua pihak, dan meski Akbar Idris telah meminta maaf namun kesepakatan damai tidak tercapai sehingga kasus ini mau tidak mau tetap berlanjut.
Sementara itu, Muhammad Arsy Jailolo selaku kuasa hukum dari Akbar Idris menyatakan bahwa apa yang dijatuhkan kepada kliennya merupakan bentuk kriminalisasi terhadap aktivis.
Menurut Arsy ada kejanggalan dalam putusan hakim karena vonis yang dijatuhkan yakni 1 tahun 6 bulan penjara justru lebih tinggi dibandingkan tuntutan jaksa yang menuntut 1 tahun.
Selain itu, Arsy juga menyesalkan putusan hakim yang mengharuskan kliennya ditahan padahal kliennya selama ini kooperatif dalam menjalani proses peradilan.
"Kami memutuskan untuk banding dan akan mengajukan penangguhan penahanan terhadap klien kami. Kami menganggap ini adalah kriminalisasi terhadap klien kami," tegas Arsy.
Putusan dari hakim tersebut juga mengundang reaksi dari aktivis Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) termasuk di Kabupaten Bulukumba.
Solidaritas terhadap Akbar Idris yang merupakan ex Pengurus Besar (PB) HMI juga disampaikan oleh HMI yang menggelar aksi demonstrasi, tidak hanya di Bulukumba namun juga berbagai aksi terjadi di daerah lainnya termasuk di kota Makassar. ****