Oleh: Rusman Madjulekka
TAK banyak orang yang bisa bersikap realistis. Apalagi di musim pesta demokrasi seperti Pilkada. Yang digelar serentak 27 November 2024. Semua orang merasa bisa maju sebagai calon kepala daerah. Hanya sedikit yang “bisa merasa”.
Salah satu yang “bisa merasa” itu adalah seorang aktivis dan juga politisi yang saat ini tercatat anggota dewan di DPRD Sulawesi-Selatan (Sulsel). Dua periode (2014-2019 dan 2019-2024). Ketua fraksi, pimpinan komisi sudah diembannya. Bisa tiga periode kalau sempat dilantik 23 September 2024.
Orangnya masih terbilang muda. Putra kelahiran Soppeng, Sulsel, yang gemar mengenakan baju warna putih. Namanya: Ir.Selle Kuasse Dalle. Populer dengan disingkat “KS” dibagian tengah namanya. Jadi Selle KS Dalle. Orang-orang biasa memanggilnya “Selle”.
Ia membiarkan orang memberi tafsir namanya. Selle dalam bahasa Bugis diartikan “Siselle” atau bergantian. Hanya saja, namanya tersebut tidak bisa dipisahkan dengan nama belakangnya: Dalle. Yang berarti rezeki dalam bahasa Bugis. Satu kesatuan baru bermakna.
Beberapa hari lalu, ia mengirim flyer ucapan selamat Hari Raya Idul Adha 1445 H melalui pesan Whatsapp. Lengkap dengan foto dirinya, ada gambar sapi kurban, dan kutipan ayat suci Alquran di pojok kanan atas. Dibagian bawah namanya tertulis: “Calon Wakil Bupati Soppeng”.
“Kenapa wakil atau kosong dua?” tanya saya penasaran.
“Realistis,bung!” jawabnya singkat.
“Maksudnya?”
“Semua lembaga survei hanya menempatkan saya tertinggi untuk posisi 02.”
Maklum selama ini sudah santer digadang gadang yang bersangkutan bakal “pulang kampung” untuk maju sebagai calon bupati. Bukan wakil bupati. Bertolak belakang dengan ekspektasi masyarakat yang terlanjur membumbung diatas kepala. Apalagi bukankah modal anggota dewan provinsi dua periode, jadi “karpet merah” untuk posisi calon bupati? Ia sepertinya “membuang” peluang dan kesempatan emas itu.
Jawaban realistis menurunkan tensi rasa penasaran saya. Kadarnya baru sedikit. Ia mungkin sadar. Sebelum pertanyaan lanjutan meluncur, dengan sigap Selle menjelaskan dengan mengirimkan beberapa foto berisi gambar proses simulasi (semi terbuka) lengkap dengan angka statistik yang njelimet bagi orang awam seperti saya. Tapi saya berupaya paham dengan merespons: “Ohh…begitu.”
Hasil simulasinya? Untuk posisi 01 (calon bupati) memang nama Selle selalu masuk dalam “Top Five”. Namun seiring waktu tidak pernah beranjak hingga ke posisi teratas.
Sepertinya Selle mencoba menyodorkan realitas dibalik sikap realitisnya itu. Menurutnya, begitulah pandangan publik. Kadang berbeda secara ekstrim dengan pandangan kaum pembelajar kalau terkait soal elektabilitas. “Pandangan publik bisa dibalik dengan cara-cara yang ekstra ordinary,” katanya.
Pun Selle bisa memahami kekecewaan berbagai kalangan dan warga yang selama ini menjadi konstituennya. Namun dibalik “keputusan politik” ini terkandung indikator dan parameter yang terukur. Dengan begitu, ia percaya berbagai pihak yang sempat kaget atau sedikit kecewa pada akhirnya bisa menerima dan memahaminya. “Yah…butuh waktu sedikit. Insya Allah dengan diberikan penjelasan semua bisa memahaminya,” tambahnya.
Seketika terlintas dikepala Selle para mentor pegiat kerja-kerja advokasi diforum diskusi atau pelatihan zaman bermahasiwa dulu. Yang kerap mengingatkan jika menginginkan perubahan maka selalu mensyaratkan:kesabaran. Bahkan dalam filosofi sepakbola, ia mengutip kata legenda hidup PSM Makassar Syamsuddin Umar, bahwa kesabaran adalah kunci kemenangan.
Itulah Selle. Tak terpengaruh dengan keriuhan Pilkada. Yang kadang diluar nalar dengan tetap merawat kewarasan. (Rusman Madjulekka).