BULUKUMBA, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID -- Kabupaten Bulukumba dinyatakan sebagai daerah dengan penyumbang pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal terbanyak di Sulawesi Selatan (Sulsel). Hal ini menjadi salah satu topik utama dalam kegiatan sosialisasi mengenai penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia yang berlangsung di ruang pola kantor Bupati Bulukumba, Kamis, 27 Juni 2024.
Koordinator Pelindungan PMI UPT Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Makassar, Purworini Indah Setyasih yang hadir mewakili ketua BP2MI, mengungkapkan bahwa Sulawesi Selatan (Sulsel) menempati peringkat kedua provinsi dengan jumlah PMI ilegal tertinggi di Indonesia.
Sementara di Sulsel sendiri, Kabupaten Bulukumba sebagai kabupaten yang tercatat memiliki jumlah PMI ilegal terbanyak.
Rini menjelaskan bahwa tingginya angka PMI ilegal disebabkan oleh banyaknya calo yang menjanjikan kepada calon pekerja migran bisa bekerja tanpa dokumen resmi, pendidikan, serta sertifikasi.
Pekerja migran ilegal asal Sulsel lebih banyak memilih Malaysia sebagai tujuan karena jalur ke Malaysia lebih mudah dibandingkan negara lain,"
"Pemerintah harus memperhatikan masalah ini dan memaksimalkan sosialisasi kepada masyarakat," ujarnya.
Sementara itu, Darwis, salah satu anggota Kawan PMI, menyatakan bahwa maraknya PMI ilegal di Bulukumba disebabkan oleh kurangnya kepekaan pemerintah terhadap masalah tersebut.
"Ini sudah berulang kali kami sampaikan, dan kami menilai pemerintah tidak peka dengan persoalan PMI ilegal," tegas Darwis.
Menurut Darwis, tingginya jumlah PMI ilegal disebabkan oleh rumitnya pengurusan dalam jalur legal. Dia menyarankan agar pemerintah mendirikan Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) di Bulukumba untuk memudahkan calon PMI dalam pengurusan dokumen, serta meminta Dinas Tenaga Kerja berdiri sendiri.
Menanggapi hal ini, Plt. Kepala Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah dan Tenaga Kerja (Diskop UMKM Naker), Andi Espar Tenri Sukki, menyampaikan bahwa salah satu kendala di Kabupaten Bulukumba adalah tidak adanya perusahaan penempatan PMI.
Selain itu, Andi Espar juga mengakui minimnya anggaran untuk menjalankan program pencegahan PMI ilegal.
"Secara pribadi dan kedinasan, saya sangat setuju Disnaker dijadikan OPD sendiri. Kami juga akan melakukan studi tiru di Bantaeng untuk mempelajari pola kerja sama dengan Baznas. Intinya, semua masukan yang diberikan akan kami catat dan kembangkan," ujarnya.****