TAKALAR, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID -- PT Perkebunan Nusantara I Regional 8 memberikan tanggapan terkait aksi demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat dari Petani Polongbangkeng Takalar bersama Gerakan Rakyat Anti Monopoli Tanah (GRAMT) di Kantor Bupati Kabupaten Takalar.
Demonstrasi yang berlangsung beberapa kali tersebut menuntut penolakan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) PTPN di Takalar serta mengklaim bahwa kegiatan PTPN I adalah ilegal.
Menanggapi aksi ini, pihak PTPN memberikan klarifikasi mengenai duduk persoalan yang dituntut oleh masyarakat.
Kepala Bagian Sekretariat dan Hukum PTPN I Regional 8, Hamsa menyatakan bahwa pihaknya menghargai aspirasi masyarakat tersebut sebagai bagian dari kemerdekaan menyatakan pendapat.
"Kita harga sebagai bentuk kebebasan menyatakan pendapat. Namun perlu diketahui bahwa pengadaan tanah yang dilakukan perusahaan telah sesuai dengan peraturan yang berlaku."kata Hamsa melalui pernyataan tertulis yanh diterima, Kamis 12 September 2024.
Ia pun menjelaskan kronologis perolehan aset tanah PTPN di Kabupaten Takalar yang menurut masyarakat diperoleh secara ilegal.
Kronologi diawali dengan dimulainya Proyek pembangunan Pabrik Gula Takalar. Proyek dimulai oleh PT Perkebunan XXIV-XV, kemudian berubah menjadi PT Perkebunan XXXII, lalu menjadi PT Perkebunan Nusantara XIV, dan terakhir menjadi PT Perkebunan Nusantara I (PTPN I).
"Kemudian Pembebasan lahan dilakukan sesuai rekomendasi Panitia Pemeriksa Tanah (Panitia B) dan peraturan saat itu. Lalu Pada tahun 1990 hingga 1997, PTPN I mengajukan permohonan hak guna usaha dan hak guna bangunan atas tanah negara dan tanah milik masyarakat dengan total luasan 46.732,15 Ha, berdasarkan pembayaran ganti rugi sesuai rekomendasi Panitia B."urai Hamsa.
Selanjutnya, Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan tanggal 22 September 1990, serta Surat Keputusan Menteri Negara Agraria/Badan Pertanahan Nasional tanggal 18 Mei 1994 dan 30 Desember 1997, hak guna bangunan dan hak guna usaha diterbitkan atas nama PT Perkebunan XXXII (sekarang PTPN I) untuk usaha perkebunan.
"Berdasarkan kronologi tersebut, bahwa proses perolehan tanah telah sesuai prosedur hukum dan aset tersebut tercatat sebagai aset negara di Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN. Kebijakan terkait aset tanah harus mendapatkan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan Menteri BUMN sesuai dengan peraturan yang berlaku."sambungnya.
Kehadiran PTPN I di Kabupaten Takalar selama puluhan tahun bertujuan untuk mengelola budidaya tebu dan mendukung program swasembada gula pemerintah. Selain itu, PTPN I berkontribusi melalui penyediaan lapangan pekerjaan, CSR, pembayaran pajak, dan pengembangan koperasi/kelompok tani tebu rakyat.
"Untuk mempercepat sertifikasi dan penertiban aset tanah, PTPN I berkolaborasi dengan BPN, Polri, dan KPK serta berharap agar Pemerintah Kabupaten Takalar dan Aparatur Penegak Hukum membantu dalam proses penyelesaian masalah ini. Harap Hamsa.
Sementara itu, Pj Bupati Takalar, Dr Setiawan Aswad, M.Dev. Plg, menyatakan bahwa pihaknya akan berkoordinasi dengan Satgas Kementerian Agraria dan Pertanahan untuk investigasi dan memeriksa apakah terdapat pelanggaran dalam pembebasan lahan.
"Pemerintah Kabupaten Takalar juga akan mengupayakan mediasi antara masyarakat dan PTPN I sesuai Surat Kesepakatan Mediasi KOMNAS-HAM Republik Indonesia." Tandas Setiawan.****