Santri Asal Bulukumba di Pesantren Bantaeng Ini Diduga Jadi Korban Perundungan, Oknum Pembina Diduga Terlibat

  • Bagikan

BULUKUMBA, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID – AR, seorang santri berusia 15 tahun asal Kecamatan Ujungbulu, Bulukumba, diduga menjadi korban perundungan di sebuah pesantren di Kabupaten Bantaeng.

Peristiwa yang dialami santri kelas 3 tingkat Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) ini terjadi pada 14 Oktober 2024 sekitar pukul 01.00 WITA, saat korban sedang tidur di asrama pesantren.

Menurut pengakuan orang tua korban, Hakim, AR dibangunkan secara tiba-tiba oleh pelaku dan langsung dipukuli sebelum kemudian dibawa ke lapangan untuk dikeroyok oleh santri lainnya.

"Sebelum dikeroyok, ada suara dari ustaznya yang mengatakan 'terserah kalian pukul saja'. Sehari setelah kejadian, pihak pesantren tidak memberikan informasi apa pun terkait insiden pemukulan ini," ungkap Hakim.

Hakim mengaku telah melaporkan kejadian tersebut ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Bantaeng.

Meskipun anaknya telah menjalani visum, ia menyayangkan kurangnya perkembangan dalam penanganan kasus ini dan menyebut bahwa para pelaku masih bebas berkeliaran.

"Kami laporkan ke PPA Polres Bantaeng, namun belum ada tindak lanjut dan para pelaku tak bisa ditahan karena kami kekurangan saksi. Semua di pondok memilih bungkam," katanya.

Hakim juga menyesalkan dugaan keterlibatan oknum ustaz yang diduga membiarkan bahkan menyuruh terjadinya kekerasan tersebut.

Menurut pengakuan korban, pihak pesantren tidak memberikan bantuan atau melaporkan insiden ini. Korban akhirnya melarikan diri dari pesantren setelah jam pelajaran selesai pada hari berikutnya.

"Anak saya kabur lewat pagar belakang pesantren, lalu pulang ke Bulukumba dan menceritakan kejadian tersebut sambil menangis," ujar Hakim.

Di sisi lain, Kepala Unit (Kanit) PPA Satreskrim Polres Bantaeng, Aipda Haerul Ihsan, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah menerima laporan kasus ini dan sedang melakukan penyelidikan lebih lanjut, termasuk menelusuri dugaan keterlibatan pembina pesantren.

"Proses penanganan kasus anak ini melibatkan beberapa pihak, termasuk Dinas Sosial dan Balai Pemasyarakatan (Bapas). Penetapan status sidik kasus didasarkan pada tiga unsur yang dihadirkan, termasuk keterangan pihak pesantren," jelasnya.

Aipda Haerul menambahkan bahwa pihaknya telah berkomunikasi dengan orang tua korban untuk menghadirkan saksi yang dapat memperkuat laporan.****

  • Bagikan

Exit mobile version