BULUKUMBA, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID -- Calon Bupati Bulukumba nomor urut 2, Andi Muchtar Ali Yusuf, yang juga dikenal dengan panggilan Andi Utta, bertemu dengan ratusan masyarakat di Lingkungan Togambang, Kelurahan Matekko, Kecamatan Gantarang, Sabtu, 9 November 2024.
Dalam kegiatan sosialisasi tersebut, Andi Utta hadir didampingi oleh sejumlah tim serta relawan, termasuk politisi PDI Perjuangan Bulukumba, Zulkifli Sayye.
Pada pertemuan ini, Andi Utta lebih banyak membahas program-program kesejahteraan untuk nelayan di Kabupaten Bulukumba, khususnya di wilayah pesisir seperti Togambang.
Ia memaparkan sejumlah program yang telah dijalankan dalam pemerintahannya bersama wakilnya, Andi Edy Manaf, yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup nelayan di Butta Panrita Lopi.
Salah satu program unggulan yang diusung adalah program 1.000 rumpon, yang bertujuan meningkatkan produktivitas hasil tangkapan nelayan.
Rumpon-rumpon telah ditebar di perairan Bulukumba sebagai tempat berkumpulnya ikan, sehingga jumlah ikan di wilayah ini dapat meningkat secara signifikan. Program ini juga telah diakui sebagai protipe di Indonesia.
Selain itu, pemerintahan Andi Utta-Edy Manaf juga tengah membangun kolam labuh sebagai tempat berlabuhnya kapal nelayan.
Kolam labuh ini terintegrasi dengan Pusat Pelelangan Ikan dan pusat kuliner ikan, yang juga sedang dalam tahap pembangunan. Fasilitas ini diharapkan dapat memudahkan nelayan dalam proses pelelangan dan pengolahan hasil laut.
Andi Utta juga menargetkan untuk menjadikan Bulukumba sebagai daerah eksportir ikan di Sulawesi Selatan. Menurutnya, Bulukumba dan sekitarnya merupakan penghasil tuna yang potensial, tetapi selama ini tangkapan tuna hanya mampu memenuhi pasar lokal.
Padahal, katanya, jika diekspor ke luar negeri seperti Jepang, harga tuna bisa lebih tinggi, asalkan memenuhi standar kualitas grade A atau B.
Namun, ia menjelaskan bahwa kualitas tuna saat ini rata-rata hanya mencapai grade C dan D, yang harganya jauh lebih rendah.
"Misalnya, harga tuna grade A mencapai Rp135 ribu per kilogram, tapi karena kualitas hasil tangkapan selama ini hanya grade D atau C, harganya paling tinggi hanya sekitar Rp45 ribu per kilogram," ujar Andi Utta.
Untuk mengatasi masalah kualitas ini, Andi Utta berencana memperkenalkan teknologi pendingin ikan terbaru bernama flash freeze system yang bisa digunakan di kapal atau pelabuhan.
Andi Utta menjelaskan teknologi tersebut memungkinkan ikan tetap segar dan berkualitas tinggi setelah ditangkap, sehingga dapat memenuhi standar ekspor.
Sistem pendingin itu juga bisa diterapkan di kapal besar maupun kecil dengan tenaga surya, serta di pelabuhan atau peti kemas saat pengiriman.
Andi Utta memberikan gambaran potensi ekonomi dari ekspor tuna ini. Dengan rata-rata tangkapan tuna mencapai 50 ton per hari di Bulukumba dan Sinjai, dalam sebulan bisa dihasilkan 1.500 ton. Jika dijual dengan harga minimal Rp80 ribu per kilogram, potensi perputaran uang mencapai Rp12 miliar per bulan.
Ia berharap teknologi ini dapat diterapkan untuk mendukung nelayan Bulukumba agar bisa bersaing di pasar internasional.
"Kalau teknologi baru ini diterapkan dengan kapasitas 200 kilogram per kapal, maka potensi devisa Indonesia dari sektor perikanan akan luar biasa," tambahnya.
Dengan upaya ini, Andi Utta optimistis bahwa Bulukumba bisa menjadi salah satu sentra ekspor ikan berkualitas tinggi di Indonesia, meningkatkan kesejahteraan nelayan sekaligus memberikan kontribusi bagi perekonomian daerah.****