BULUKUMBA, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID -- Sultan Daeng Radja, lahir di Matekko, Gantarang, Bulukumba, 20 Mei 1894, merupakan tokoh kemerdekaan Indonesia yang namanya terukir sebagai Pahlawan Nasional dari Sulawesi Selatan. Beliau meninggal di Rumah Sakit Pelamonia Makassar pada 17 Mei 1963, setelah menjalani kehidupan penuh dedikasi dan pengorbanan demi tanah air.
Sebagai putra pertama dari pasangan Passari Tanra Karaeng Gantarang dan Andi Ninong, Sultan Daeng Radja sudah menunjukkan jiwa kepemimpinan sejak muda.
Dan jiwa kepemimpinannya itu juga diturunkan ke generasinya berikutnya. Salah satunya Andi Baso Mauragawali Andi Sultan (AS), yang kini menjabata sebagai Kepala Desa Bontonyeleng, Kecamatan Gantarang.
Opu sapaan akrab Andi Baso Mauragawali menceritakan, bahwa Andi Sultan merupakan sosok yang taat beribadah dan aktif dalam organisasi Muhammadiyah.
"Sebagai sosok yang religius Andi Sultan juga yang mendirikan Masjid Tua di Ponre, yang menjadi salah satu masjid terbesar di Sulawesi Selatan pada zamannya saat itu," ungkap Opu saat ditemui RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID pada Minggu, 10 November 2024.
Opu menceritakan, bahwa Andi Sultan juga merupakan sosok yang berpendidikan. Pendidikan formalnya dimulai di Volksschool di Bulukumba, dilanjutkan ke Europeesche Lagere School (ELS) di Bantaeng, dan Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) di Makassar.
Karirnya di pemerintahan dimulai sebagai juru tulis pada usia 20 tahun, kemudian meniti berbagai jabatan di Makassar, Sinjai, hingga akhirnya menjadi Kepala Pajak di Enrekang.
Pada 2 April 1921, ia diangkat sebagai pejabat sementara Distrik Hadat Gantarang. Dari sini, perannya semakin besar dalam memperjuangkan hak-hak rakyat, menentang berbagai kebijakan kolonial yang dianggapnya menindas.
Sikap anti-penjajahannya semakin kuat, terutama setelah ia terlibat dalam Kongres Pemuda Indonesia pada 1928 yang menghasilkan Sumpah Pemuda.
Usai proklamasi kemerdekaan 1945, Sultan Daeng Radja memperjuangkan kemerdekaan di Bulukumba dengan mendirikan organisasi Persatuan Pergerakan Nasional Indonesia (PPNI) untuk melindungi rakyat dari ancaman NICA. Penolakan untuk bekerja sama dengan NICA membuatnya ditahan dan diasingkan ke Menado pada 1945 hingga 1950.
Perjuangan Sultan Daeng Radja yang tak kenal lelah akhirnya mendapat pengakuan resmi dari Pemerintah Indonesia. Melalui Keputusan Presiden RI No. 085/TK/2006, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Sultan Daeng Radja di Istana Negara, pada 9 November 2006.
Dari perjalanan hidup Sultan Daeng Radja, Opu berharap generasi muda dapat belajar tentang pentingnya keberanian melawan ketidakadilan, dedikasi tanpa pamrih, integritas dalam kepemimpinan, dan cinta tanah air.
"Semangat perjuangannya adalah inspirasi abadi bagi seluruh rakyat Bulukumba dan Indonesia," tukas Opu.****