Menhan Israel Katz Perintahkan Militer Israel Bersiap untuk Pemindahan Warga Gaza

  • Bagikan
REUTERS/Dawoud.

RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID - Menteri Pertahanan Israel Katz memerintahkan militer pada Hari Kamis untuk mempersiapkan rencana guna mengizinkan 'keberangkatan sukarela' penduduk dari Jalur Gaza, setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump menuai kecaman luas karena mengusulkan pemindahan permanen dan mengumumkan rencana untuk mengambil alih wilayah kantong Palestina tersebut.

Menhan Katz memuji pengumuman Presiden Trump, Amerika Serikat akan berupaya menguasai Gaza, memukimkan kembali lebih dari 2 juta warga Palestina yang tinggal di sana, dan mengubah wilayah tersebut menjadi 'Riviera Timur Tengah'.

"Saya menyambut baik rencana berani Presiden Trump, penduduk Gaza harus diberi kebebasan untuk pergi dan beremigrasi, sebagaimana norma di seluruh dunia," cuit Menhan Katz di X, melansir Reuters.

Menhan Katz mengatakan, rencananya akan mencakup opsi keluar melalui penyeberangan darat, serta pengaturan khusus untuk keberangkatan melalui laut dan udara.

Terpisah, pejabat Hamas Basem Naim menuduh Menhan Katz berusaha menutupi "sebuah negara yang gagal mencapai salah satu tujuannya dalam perang di Gaza", mengatakan warga Palestina terlalu terikat dengan tanah mereka untuk meninggalkannya.

Pengusiran warga Palestina adalah salah satu isu yang paling sensitif dan meledak di Timur Tengah.

Diketahui, pengusiran paksa atau paksaan terhadap penduduk di bawah pendudukan militer adalah kejahatan perang, yang dilarang berdasarkan Konvensi Jenewa 1949.

Serangan Israel yang menewaskan puluhan ribu orang selama 16 bulan terakhir telah memaksa warga Palestina untuk berulang kali berpindah-pindah di dalam Gaza, mencari tempat yang aman.

Mengutip Anadolu, jumlah korban tewas Palestina di Gaza sejak konflik terbaru pecah pada 7 Oktober 2023 telah mencapai 47.552 orang. Sementara, korban luka-luka mencapai 111.629 orang.

Namun banyak yang mengatakan mereka tidak akan pernah meninggalkan daerah kantong itu karena mereka takut akan pengungsian permanen, seperti "Nakba", atau bencana, ketika ratusan ribu orang diusir dari rumah mereka dalam perang saat negara Israel berdiri pada tahun 1948.

Banyak yang diusir atau melarikan diri ke Gaza, Tepi Barat dan negara-negara Arab tetangga termasuk ke Yordania, Suriah, dan Lebanon, tempat keturunan mereka masih tinggal di kamp-kamp pengungsian. Israel membantah pernyataan mereka dipaksa keluar.

Menhan Katz mengatakan, negara-negara yang menentang operasi militer Israel di Gaza harus menerima warga Palestina.

"Negara-negara seperti Spanyol, Irlandia, Norwegia, dan lainnya, yang telah melontarkan tuduhan dan klaim palsu terhadap Israel atas tindakannya di Gaza, secara hukum berkewajiban untuk mengizinkan penduduk Gaza memasuki wilayah mereka," katanya.

"Kemunafikan mereka akan terungkap jika mereka menolak melakukannya. Ada negara-negara seperti Kanada, yang memiliki program imigrasi terstruktur, yang sebelumnya telah menyatakan kesediaan untuk menerima penduduk Gaza," tandasnya.

Menhan Katz menuduh Hamas menyandera warga Palestina di Gaza, mencegah keberangkatan mereka dan memeras uang dari mereka melalui sistem bantuan kemanusiaan. Namun, ia tidak menjelaskan lebih lanjut.

(del/has)

  • Bagikan