Refleksi Pasca Banjir Bulukumba, Pegiat Sarankan Pemerintah Punya Gambaran Konkret Mitigasi Bencana

  • Bagikan
Proses evakuasi barang-barang warga yang terkena banjir, Sabtu, 5 Juli 2025

BULUKUMBA, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID -- Banjir yang kembali melanda sejumlah wilayah di Kabupaten Bulukumba menjadi alarm keras yang seharusnya tidak hanya ditanggapi dengan evakuasi dan pembersihan, melainkan juga dengan perenungan mendalam atas hubungan manusia dengan alam.

Hal itu disampaikan oleh pegiat lingkungan Bulukumba, Anjar S Masiga, sebagai bentuk refleksi atas bencana yang dinilainya tak lagi bisa dianggap sebagai kejadian biasa.

“Hujan adalah anugerah yang harus kita syukuri, sementara banjirnya adalah bencana yang harus kita renungi,” ujar Anjar, Minggu, 6 Juli 2025.

Menurut Anjar, banjir tidak bisa terus-menerus dianggap sebagai siklus tahunan yang lumrah terjadi tanpa adanya upaya mitigasi yang serius.

Ia menyebut bahwa sudah saatnya daerah ini memiliki gambaran konkret terkait penanganan, mulai dari sistem peringatan dini, tempat penampungan sementara bagi korban, hingga desain rumah yang adaptif di wilayah rawan banjir.

“Hujan berintensitas tinggi seharusnya sudah cukup untuk jadi sinyal bahaya. Pemerintah melalui BPBD semestinya menyampaikan peringatan secara masif hingga ke tingkat desa, bahkan bisa disiarkan melalui pengeras suara masjid,” ucapnya.

Anjar juga menyoroti bahwa banjir bukan semata karena curah hujan tinggi atau luapan sungai, tetapi turut diperparah oleh perilaku manusia, seperti membuang sampah sembarangan dan minimnya sistem pengelolaan sampah yang terpadu.

Ia mengingatkan, tidak semua sampah sungai berasal dari pembuangan langsung, melainkan banyak yang berasal dari daratan dan terbawa hujan karena tidak tertangani dengan baik.

“Sampah yang hanya tergeletak di sekitar tempat sampah saja nasibnya sudah tidak jelas, apalagi yang dibuang sembarangan. Lama-lama masuk ke parit, lalu ke kanal, lalu ke laut. Sampah memang bukan satu-satunya penyebab banjir, tapi kita tahu urusan ini bisa kita kendalikan secara langsung,” jelasnya.

Ia mengajak masyarakat untuk menjadikan bencana ini sebagai titik balik. Mulai dari mengubah pola konsumsi dan membatasi timbunan sampah rumah tangga, hingga bersuara terhadap persoalan yang lebih besar, seperti penambangan ilegal yang merusak daerah tangkapan air.

“Sudah saatnya kita berhenti menyakiti sungai. Kita perlu mendesak penegak hukum untuk menindak tambang ilegal, mendorong penanaman pohon, serta mendukung pemerintah desa mewujudkan program-program lingkungan seperti bank sampah,” tandasnya.

Anjar menekankan, refleksi ini bukan untuk menyalahkan siapa pun, melainkan untuk mengajak semua pihak, pemerintah, masyarakat, hingga aktivis untuk kembali duduk bersama, berdamai dengan alam, dan menjadikan bencana sebagai momentum perubahan.

Diketahui, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) mencatat 603 rumah yang terendam dan belasan hewan ternak hanyut akibat banjir yang melanda Kabupaten Bulukumba, Sabtu, 5 Juli 2025.

Di Kecamatan Ujungbulu, banjir merendam ratusan rumah warga. Di Lingkungan Batuppi, Kelurahan Bintarore, sebanyak 25 rumah terendam. Di wilayah luar Batuppi, jumlah rumah yang terendam mencapai 100 unit.

Genangan juga terjadi di Jalan Menara yang merendam 25 rumah, Jalan Sungai Teko 100 rumah, dan Jalan Abdul Azis, Lingkungan Kasuara Lama 20 rumah, serta Kelurahan Kasimpureng dengan total 163 rumah terendam.

Sementara di Kecamatan Ujung Loe, Desa Salemba menjadi wilayah terdampak terparah dengan 150 rumah terendam, dan satu unit rumah rusak berat di Dusun Kapasa.

Selain itu, longsor dilaporkan terjadi di tujuh titik. Dua di antaranya berada di Kelurahan Borong Rappoa, Kecamatan Kindang, dan empat titik lainnya di Desa Kahayya, Kecamatan Kindang. Material longsor menutup akses jalan warga.

Kerusakan infrastruktur juga cukup parah. Tanggul muara di Jalan Menara, Kelurahan Bintarore, roboh sepanjang 150 meter. Tanggul bronjong di Jalan Sungai Teko juga longsor sepanjang 30 meter. Sejumlah jembatan dilaporkan rusak, di antaranya Jembatan Bungeng (Desa Bialo, Kecamatan Gantarang), Jembatan Lahumbung (Desa Bontoraja, Kecamatan Gantarang), Jembatan Garuntungang dan Senggang (Kecamatan Kindang), serta keretakan aspal jembatan di Desa Palampang poros Sinjai–Tanete, Kecamatan Bulukumpa.

Selain kerusakan fisik, kerugian juga dialami warga di sektor peternakan. Sebanyak 11 ekor sapi milik warga di Desa Salemba, Kecamatan Ujung Loe, dilaporkan hanyut terbawa arus banjir.****

  • Bagikan