JAKARTA, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID -- Anggota Komisi III DPR RI Supriansa sebagai perwakilan DPR RI menyampaikan penjelasannya terkait dua perkara gugatan terkait Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) dalam sidang uji materi (judicial review) di Mahkamah Konstitusi. Supriansa menilai pasal-pasal yang digugat tidak ada pertentangan dengan undang-undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945.
Diketahui dua perkara ini ialah Nomor 108/PUU-XX/2022 yang dimohonkan oleh Leonard Siahaan dan Perkara Nomor 110/PUU-XX/2022 yang dimohonkan oleh Dian Leonardo Benny. Sedangkan pasal yang dimaksud keduanya bertentangan dengan UUD 1945 adalah Pasal 1 ayat (4), Pasal 2 ayat (2), Pasal 19, dan Pasal 15 ayat (1) huruf a UU PDP.
”Para pemohon memohonkan di MK ini untuk diuji materi, berarti yang diuji adalah pasal-pasal yang diuji dan beberapa pasal yang diuji ini mereka menjadikan batu ujinya adalah bertentangan dengan UUD 1945. Tetapi kami dari DPR setelah melihat secara seksama dan mengurut secara seksama dan secara teliti bahwa pasal-pasal yang digugat tadi ini tidak ada pertentangan dengan UUD 1945. Mungkin para pemohon salah menafsirkan atau kurang lengkap menafsirkan sehingga kami beranggapan bahwa perlu pendalaman,” kata Supriansa usai menyampaikan penjelasan di sidang uji materi di Mahkamah Konstitusi melalui virtual, Senin (30/1/2023).
Menurut Supriansa, perbedaan pandangan terkait tafsir di UU PDP ini adalah hal yang wajar dikarenakan UU ini masih baru. Untuk itu, menurutnya perlu dilakukan sosialisasi yang lebih masif mengenai UU PDP agar masyarakat lebih aware mengenai hak dan pentingnya UU tersebut.
”Karena ini undang-undangnya baru, saya kira memang perlu sosialisasi nanti oleh pemerintah secara menyeluruh sampai di seluruh pelosok-pelosok sehingga semua badan-badan pemerintahan, badan hukum, dan masyarakat perlu mengerti hak dan kewajibannya dan tentang bagaimana haknya dia untuk melakukan tuntutan jika ada data-datanya yang tiba-tiba diambil oleh pihak-pihak tertentu,” jelasnya.
Lebih lanjut, Politisi Fraksi Partai Golkar ini juga mengungkapkan, dengan banyaknya kasus pencurian data yang terjadi belakangan ini, UU PDP bisa menjadi solusi dan menjadi rujukan bagaimana masyarakat mengambil langkah hukum jika ia menjadi korban pencurian data. ”Ketika data-datanya masyarakat tiba-tiba bocor, kepada orang tersebut, kepada lembaga tersebut, atau kepada perusahaan tersebut maka masyarakat sudah bisa melakukan keberatan dengan mengedepankan dan mengangkat undang-undang ini sebagai perlindungannya,” tambahnya.
Legislator dapil Sulawesi Selatan II ini juga berharap dan menyarankan agar semua pihak termasuk DPR ikut aktif mensosialisasikan UU ini termasuk saat reses. ”Maka saya berharap semua pihak termasuk DPR ketika turun reses tentunya juga menyampaikan kepada minimal kepada mitra-mitra kerja kita dan termasuk kepada kelompok-kelompok masyarakat menyampaikan tentang visi dan misi terbentuknya UU PDP ini. Sekaligus kalau perlu pasal-pasal sampaikan kepada mitra kerja dan kepada masyarakat. Supaya masyarakat Paham benar bahwa Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi ini sangat penting artinya ada di Republik ini untuk melindungi kerahasiaan daripada data-data yang kita miliki,” tutupnya.
Ia menegaskan, para pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum (legal standing) sehingga permohonan harus dinyatakan tidak dapat diterima. "Kemudian soal pasal 1 angka 4, pasal 2 ayat 2, pasal 15 ayat 1 huruf a dan pasal 19 Undang-undang No 27 tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi , tidak bertentangan dengan UUD Negara RI tahun 1945 dan tetap memiliki kekuatan hukum mengikat," ujar alumni Fakultas Hukum UMI ini saat ditemui RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID di ruang kerjanya. (rs)