PSI Terancam Gagal Lolos Parlementary Treshold, Endorse Jokowi Tak Berdampak?

  • Bagikan

MAKASSAR, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID  -- Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tengah menghadapi tantangan serius setelah hasil suara yang mereka dapatkan pada pemilihan umum (Pemilu) 2024.

Bagaimana tidak, hasil suara yang mereka dapatkan terbilang sangat rendah, sehingga mengancam kesempatan mereka untuk lolos Parlementary Threshold.

Dalam pemilu 14 Februari kemarin, kedua partai tersebut telah meraih perolehan suara yang jauh di bawah ambang batas parlemen yang ditetapkan oleh undang-undang pemilu.

PPP dan PSI harus mampu mendapatkan minimal 4 persen dari total suara nasional atau minimal dari total kursi di setiap provinsi untuk dapat duduk di parlemen.

Menanggapi hal tersebut, pakar Ilmu Politik Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Prof Sukri Tamma, menyentil efek Presiden Jokowi di PSI.

"Untuk PSI sendiri saya kira ini menjadi pertanyaan karena sudah diidentikkan dengan pak Jokowi," ujar Prof Sukri, Kamis (15/2/2024).

Diingatkan Prof Sukri, pada beberapa iklan yang tersebar sebelum peristiwa Pemilu serentak, PSI disebutkan sebagai Partainya Jokowi.

"Kalau ini kita lihat, berarti pak Jokowi dalam hal ini, sosoknya tidak memberikan pengaruh besar terhadap PSI," lanjutnya.

Prof Sukri menyebut, hasil itu berbeda jauh dengan anggapan pengaruh besar yang disuntikkan Presiden Jokowi kepada PSI.

"Meskipun hasilnya saat ini terhadap keterpilihan Prabowo-Gibran. Ada Gibran di situ, pak Jokowi ikut memberikan dukungan, meskipun tidak terang-terangan. Itu menghasilkan kemenangan di atas 50 persen," tukasnya.

Prof Sukri bilang, yang menjadi pertanyaan, sosok sangat berpengaruh Jokowi pada masyarakat, mestinya juga signifikan pengaruhnya pada PSI.

"Dengan jelas menyatakan bahwa adalah Partainya pak Jokowi. Apalagi di situ kan anak pak Jokowi. Kenapa menghasilkan hal yang berbeda. Sementara PSI belum menyentuh angka 3. Masih 2 sekian," ungkapnya.

"Itu tentu menjadi pertanyaan, apakah tidak ada efek Jokowi untuk PSI. Atau dalam tanda kutip, tidak ada kerja-kerja khusus pak Jokowi untuk mendorong PSI mendapat suara," sambung dia.

Bisa jadi, kata Prof Sukri, memang pada kandidat yang diusung PSI belum bisa bersaing dengan kandidat lain dari Partai lain.

Meskipun begitu, Prof Sukri beranggapan masih akan ada perubahan. Mengingat, apa yang tersaji di publik saat ini baru berdasarkan hasil hitung cepat.

"Menurut saya memang sampai saat ini, meskipun ini belum hitungan final, masih quick count, masih berjalan, masih mungkin akan ada perubahan," imbuhnya.

Mengintip hasil perolehan suara PPP, sejauh ini dikatakan Prof Sukri sudah mendekati. Hampir 4 persen.

"Kalau ini terancam, saya kira mungkin yang bisa kita katakan adalah ini baru terancam yah, belum mesti juga," tukasnya.

"Yang bisa kita katakan adalah mungkin, pertama kalau kita melihat dari suara yang masuk, barangkali yang menjadi basis mereka belum masuk," Prof Sukri menuturkan.

Tambahnya, jika suara-suara tersebut sudah masuk dan memang hasilnya demikian, maka kerja-kerja PPP dipertanyakan.

"PPP itu kan Partai lama, mestinya sudah punya basis sampai di mana saja. Sementara PSI kan memang Partai baru yang basisnya saya kira lebih besar dari masyarakat di perkotaan, terutama generasi-generasi muda," tandasnya.

Mengenai lolos tidaknya kedua Partai itu, Prof Sukri mengatakan, kemungkinan mereka belum maksimal saat masa kampanye.

"PPP barangkali mereka belum maksimal melakukan sosialisasi, atau sosialisasi yang para kandidat atau Caleg-caleg mereka lakukan masih kalah bersaing dengan Caleg yang lain," ungkapnya.

Meskipun begitu, dijelaskan Prof Sukri, publik masih menunggu hasil dari KPU. Namun, kalau tidak berhasil lolos, ini akan menjadi kerugian bagi PPP.

"Karena tidak ada dalam sistem untuk terlibat dal upaya membicarakan kebijakan-kebijakan yang dibentuk atau dijalankan oleh negara. Tapi saya kira, kita masih menunggu proses akhirnya," kuncinya.

(Muhsin/fajar)

  • Bagikan

Exit mobile version