Disidang DKPP Lagi, Ketua KPU di Ujung Tanduk

  • Bagikan
Ketua KPU Hasyim Asyari (kedua kanan) bersama Komisioner KPU lainnya saat mengikuti sidang di DKPP, Rabu (282). (Foto Antara)

JAKARTA, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID - Ketua KPU Hasyim Asy'ari kembali disidang oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Hasyim bisa jadi berada di ujung tanduk, karena sebelumnya sudah mendapat sanksi peringatan keras dan terakhir dari DKPP.

Hasyim disidang beserta enam komisioner lainnya. Sidang digelar di Kantor DKPP, kawasan Abdul Muis, Jakarta, Rabu (28/2/2024).

Ketua DKPP Heddy Lugito menjelaskan, sidang ini digelar untuk mengusut dugaan kebocoran data Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 yang dilaporkan Ketua Pemantau Pemilu dari Jaringan Edukasi Pemilu untuk Rakyat di Jawa Timur Rico Nurfiansyah Ali.

“Agenda sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu oleh DKPP dengan nomor perkara 4-PKE-DKPP/I/2024, teradu Ketua dan Anggota KPU," kata Heddy, membuka sidang.

Sidang dihadiri Rico secara virtual. Sedangkan Hasyim hadir secara langsung, bersama lima komisioner KPU lainnya yakni Mochammad Afifuddin, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Yulianto Sudrajat dan Idham Holik. Sedangkan Komisioner KPU August Mellaz hadir secara daring.

Pada pokok-pokok aduannya, Rico menduga, KPU melanggar etik karena tidak berhasil menjaga kerahasiaan DPT Pemilu 2024. Dia menjelaskan hal itu didasari sejumlah pemberitaan di media massa pada 29 November 2023, terkait data DPT yang diretas Jimbo.

Pada November 2023, akun media sosial X @p4c3n0g3 menulis ada threat actor bernama Jimbo yang menjual data dari KPU. Data tersebut dijual sebesar 2 Bitcoin dengan memuat 252 juta data orang, lengkap dengan NIK, nomor KK, nomor KTP, nama, TPS, e-KTP, jenis kelamin serta tanggal lahir. Bahkan data yang bocor tersebut termasuk data dari Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI), Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), dan Konsulat Republik Indonesia (KRI).

Dengan adanya dugaan kebocoran tersebut, Rico menganggap KPU melanggar prinsip akuntabel, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 6 Ayat 2 huruf B serta Pasal 6 Ayat 3 huruf f Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu.

Atas dasar itu, Rico meminta DKPP menyatakan para Komisioner KPU melanggar kode etik dan meminta DKPP memberikan sanksi berupa pemberhentian tetap.

Menanggapi aduan ini, Komisioner KPU Betty Epsilon Idroos menjelaskan, pihaknya langsung melakukan mitigasi ketika menerima informasi adanya dugaan akses ilegal kepada data di aplikasi Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih). Di antaranya, berkoordinasi dengan gugus tugas keamanan siber, seperti Bareskrim Polri hingga Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

“Para Teradu juga sudah melakukan berbagai upaya sesuai peraturan perundang-undangan dalam menghadapi adanya dugaan ilegal akses dengan bersikap profesional dan akuntabel,” terang Betty.

Betty pun meminta DKPP menolak petitum yang diajukan Rico. Sebab, dalil yang digunakan tidak berdasar. “Sehingga cukup alasan bagi Majelis DKPP terhormat untuk menolak seluruh dalil-dalil pengadu dalam perkara a quo,” pungkasnya.

Menanggapi sidang tersebut, peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menyebut, dugaan kebocoran DPT Pemilu 2024 merupakan persoalan profesionalisme KPU dalam mengelola DPT.

“Ketua KPU berada di ujung tanduk, karena sudah berkali-kali diduga tidak menjalankan prinsip profesionalitas dalam menjalankan tugasnya,” ucapnya.

Sebelumnya, pada 5 Februari 2024, Hasyim sudah mendapatkan peringatan keras dan terakhir dari DKPP, karena melanggar kode etik saat menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka tanpa terlebih dahulu melakukan revisi Peraturan KPU (PKPU). Saat itu, Cawapres 03, Mahfud MD, mengingatkan, sekali lagi salah, Hasyim harus diberhentikan.

Fadli sangat menyesalkan ketidakprofesionalan KPU dalam mengelola DPT. “Dan sampai hari ini KPU tidak memberikan keterangan apa-apa terkait isu kebocoran DPT. Sehingga isu kebocoran ini diharapkan bisa terjawab dengan sidang DKPP,” ulasnya.

Namun, ada juga pihak yang membela KPU. Salah satunya Sekjen Komisi Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta. Dia mengatakan, persoalan DPT bocor bukan yang pertama kali terjadi di Indonesia. Masalah serupa pernah terjadi dalam Pemilu sebelumnya.

Ia menegaskan, masalah ini tidak berkaitan dengan pelanggaran etik. Kebocoran ini lebih pada masalah teknis dalam mengelola sistem teknologi informasi.

“Jadi, sepertinya ini agak salah alamat kalau disidang DKPP. Meskipun mungkin ada pelanggaran etiknya sedikit, tapi paling beratnya di manajemen KPU,” ucapnya, kepada Rakyat Merdeka, Rabu (28/2/2024). (JPNN)

  • Bagikan

Exit mobile version