Hari Bumi: Menjaga Kualitas Kopi di Tengah Krisis Iklim

  • Bagikan
Bincang santai dalam rangka memperingati Hari Bumi 2024 digelar oleh komunitas Kolaborasi Biru bekerjasama dengan Mannawa Coffee Bar, Jalan Melati, Bulukumba, Minggu, 21 April 2024

BULUKUMBA, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID -- Bincang santai dalam rangka memperingati Hari Bumi 2024 digelar oleh komunitas Kolaborasi Biru bekerjasama dengan Mannawa Coffee Bar mengangkat tema "Menjaga Kualitas Kopi di Tengan Krisis Iklim".  Tiga pembicara, Supriadi dari keilmuan bioteknologi tanah dan lingkungan, Fadil Mappiasse sebagai penyuluh pertanian di Desa Kahayya, dan Apin dari Quality Control di PT. Lasico.

Supriadi menjelaskan secara  umum ada beberapa faktor yang memengaruhi budidaya kopi, di antaranya juga berkaitan dengan kualitas tanah. Tanah yang subur yakni nitrogen (N), Forsfat (P), Kalium (K) dan juga pH tanah. Penting untuk mempelajari musim, tetapi di tengah kondisi yang tidak menentu ini penting bagi kita untuk menjaga kualitas tanah dengan menyimpan bahan organik seperti daun-daun kering. Ini juga bentuk mitigasi di tengah krisis iklim yang terjadi.

"Di negara empat musim bisanya kalau musim gugur mereka menyimpan  daun-daun kering itu yang kemudian dikelola ketika musim panas. Ini salah satu kelebihan mereka untuk menjaga kesuburan tanah," jelasnya pada kegiatan yang berlangsung di Mannawa Coffee Bar, Jl. Melati, Kecamatan Ujungbulu, Bulukumba, Minggu, 21 April 2024.

Kondisi umum di Indonesia, setelah panen biasanya lahan lanjut ditanami lagi. Perlu dipahami  bahwa prilaku seperti ini lama-kelamaan membuat tanah tak lagi subur, sehinga perlu ditopang dengan pemupukan yang seimbang. Mengenai lahan kopi di Bulukumba, spesifik di Kahayya itu dekat dengan  hutan sehingga banyak sekali sumber bahan organik.

"Ini salah satu langkah yang baik karena dengan ada tanaman-tanaman lain di sekitarnnya itu untuk menjaga supaya tanaman kopi tumbuh dengan baik," katanya.

Tanah bukan  sekedar sebagai media tanah atau benda mati saja. Kita harus paham terdiri dari batuan mineral, juga terdiri dari banyak makhluk hidup di dalamnya. Banyak mikroorganisme yang menurut data dari penelitian, seperempat spesies hidup berada di tanah.

Jadi mungkin kebanyakan kita hanya melihat di atasnya tapi sebenarnya di bawah kita ini, yang kita injak ini banyak sekali makhluk hidup yang tumbuh dan ini juga yang membuat Indonesia itu menjadi salah satu negara dengan biodiversity atau keanekaragaman terbesar di dunia.

"Menjaga keanegaragaman itu adalah satu bagian untuk menjaga tanah kita tetap subur. Kalau kita melihat tanah itu dari sifat fisik, hanya sebatas batuan atau media tumbuh maka kita akan cenderung abai terhadap keadaan mikroorganisme padahal inilah yang nantinya akan berpengaruh besar terhadap sifat fisiknya tanah, menjadi tanah gembur atau padat itu karena keadaan mikroorganismenya," paparnya.

Hasil pertanian ini secara langsung dipengaruhi oleh iklim dan kesadaran kita terhadap bagaimana pola hidup kita yang mempengaruhi iklim dan bahkan menimbulkan krisis iklim itu. Ini dapat kita perbaiki dengan pola pertanian alami, tetapi kalau kita tidak bergiat dipertanian maka bisa dengan upaya lain misalnya bagaimana tidak memasukkan unsur-unsur berbahaya ke tanah, misalnya dengan plastik. Itu mungkin tampak sederhana namun berpengaruh buruk pada kualitas tanah. 

"Kondisi ini mungkin tidak kita sadari bahwa iklim secara tidak langsung berpengaruh terhadap cita rasa kopi itu sendiri" tambahnya.

Fadil Mappiasse, menjelasakan tantangan pada pendampingan yang dilakukan, dimana masyarakat cenderung penanaman itu berganti-ganti tergantung pada nilai tanaman saat itu. Namun di Kahayya karena memang tanaman perkebunan paling cocok adalah kopi sehingga saat ini fokus petani ke kuantitas dan kualitas.

"Petani menanam tanaman itu bukan berdasarkan kemauannya saja tapi mereka menanam berdarkan costumer, mereka diarahkan oleh permintaan pasar. Apa yang menjadi selera kita itulah yang ditanam petani, seperti kopi misalnya kalau selera pasar yang biasa maka petani akan sulit menjaga kualitas tapi fokus pada kuantitas saja," jelas Fadil.

Sebagai pendamping pertanian, diakuinya lebih banyak fokus mengedukasi pada penggunaan pupuk yang berimbang. Tetapi dalam pembahasan kopi ada metode rorak yang berfungsi sebagai media penyerapan air hujan yang akan ditampung ke dalam kubangan. Hasil pemangkasan akan hancur secara alami dan diuraikan menjadi pupuk yang subur dan bermanfaat bagi tumbuhan.

Arifin Putra, menjelaskan ditengah krisis iklim ini perlu metode pertanian yang berkeadilan bagi lingkungan dalam pendampingan kopi, pihaknnya mendorong agroforestri. Dengan pengelolaan sumber daya yang memadukan kegiatan pengelolaan hutan dan pertanian. Dengan begitu terjadilah tumpang sari  atau penanamcampur.

"Tumpang sari itu keuntungannya adalah sebelum panen kopi para petani itu bisa memanen contohnya alpukat lah bisa memanen juga pisang. Kandungan dari tanaman lain juga ini juga berguna bagi kopi yang akan mempengaruhi kualitas dan citarasa kopi," jelasnya.

Menurutnya menjaga lingkungan  dari krisis iklim yang terjadi, penting untuk menjaga hulu dan hilir. Keduanya saling berkaitan dan berdampak besar bagi pertanian. ****

  • Bagikan

Exit mobile version