BULUKUMBA, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID -- Pasca pendaftaran pasangan calon (Paslon) di Pilkada Bulukumba 2024, suasana sosial media semakin memanas dengan perang narasi yang dilancarkan oleh masing-masing pendukung paslon. Kritik dan saling serang melalui ide dan gagasan menjadi pemandangan umum yang mewarnai kampanye di ranah digital.
Menanggapi fenomena ini, Sosiolog Universitas Negeri Makassar (UNM), Bahrul Amsal, menilai bahwa perang narasi selama masa kampanye Pilkada Bulukumba 2024 merupakan hal yang normal.
Menurutnya, setiap paslon perlu mengajukan visi dan misi mereka dengan cara yang kreatif dan berdaya tarik, terutama untuk memajukan Kabupaten Bulukumba.
"Kalau menurutku, perang narasi itu normal-normal saja selama masa kampanye. Setiap paslon memang perlu melakukan itu, terutama dilakukan dalam rangka mengajukan visi-misinya untuk memajukan Bulukumba," ujar Bahrul, yang juga Dosen Sosiologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (FIS-H) UNM.
Meski demikian, Bahrul mengingatkan bahwa perang narasi bisa menjadi berbahaya jika berubah menjadi kampanye hitam (black campaign) atau penggunaan berita bohong (hoaks) demi menarik simpati pemilih.
"Dalam demokrasi, narasi seharusnya dikembangkan melalui pemikiran, gagasan, dan ide-ide perubahan. Selama masing-masing berkampanye dengan prinsip-prinsip demokrasi, tidak masalah jika itu membuat masyarakat terpolarisasi menjadi dua pihak, asalkan tidak sampai pada konflik fisik," terangnya.
Menurut Bahrul, narasi di sosial media akan sangat berpengaruh dalam menarik simpati masyarakat, terutama mengingat durasi kampanye yang cukup singkat saat ini. Ia menilai, masyarakat lebih mudah terpikat dengan inovasi dan kebaruan yang ditawarkan oleh para calon.
"Masyarakat akan lebih mudah terpikat dengan inovasi dan kebaruan. Calon yang bisa mempertahankan apa yang sudah ada dan menawarkan kebaruan dalam mengurus Bulukumba akan lebih menarik simpati warga," tambahnya.****