NASIONAL, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID - Perusahaan teknologi raksasa, Google dijatuhi denda oleh Komisi Pengawasan dan Persaingan Usaha (KPPU) Rp 202,5 Miliar karena diduga monopoli terkait sistem layanan pembayaran Google Play Billing System (GPB System).
Ketua Majelis Komisi KPPU, Hilman Pujana, menyatakan bahwa Google terbukti melakukan praktik monopoli dan menggunakan posisi dominannya untuk membatasi pasar serta menghambat pengembangan teknologi.
Putusan ini disampaikan dalam Perkara No. 03/KPPU-I/2024 tentang Dugaan Pelanggaran Undang-Undang No.5 Tahun 1999. Dalam keputusannya, KPPU juga memerintahkan Google untuk menghentikan kewajiban penggunaan GPB System di Google Play Store.
“Majelis Komisi juga memerintahkan Google untuk memberikan kesempatan kepada seluruh developer mengikuti program User Choice Billing (UCB) dengan insentif berupa pengurangan service fee minimal 5% selama satu tahun sejak putusan ini memiliki kekuatan hukum tetap,” jelas keterangan resmi KPPU, yang dikutip pada Kamis 23 Januari 2025.
Perkara ini bermula dari dugaan pelanggaran Pasal 17, Pasal 19 huruf a dan b, serta Pasal 25 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang No.5 Tahun 1999. Google diketahui mewajibkan developer aplikasi yang mendistribusikan aplikasinya melalui Google Play Store untuk menggunakan GPB System.
Jika developer tidak mematuhi kebijakan tersebut, Google mengancam akan menghapus aplikasi mereka dari platform. Dalam sistem GPB, Google mengenakan biaya layanan sebesar 15%-30% dari setiap transaksi. Kebijakan ini menimbulkan dampak negatif, seperti keterbatasan pilihan metode pembayaran, penurunan pendapatan developer dan kenaikan harga aplikasi hingga 30%.
Selain itu, beberapa aplikasi dihapus dari Google Play Store karena tidak memenuhi kebijakan GPB System, sehingga developer kehilangan akses ke pasar dan pengguna.
KPPU menggunakan analisis pasar multi-sisi untuk menilai dugaan monopoli Google. Pasar bersangkutan didefinisikan sebagai distribusi aplikasi dan layanan digital melalui platform digital yang terpasang pada perangkat Android di Indonesia selama periode 1 Juni 2022 hingga 31 Desember 2024.
Hasil persidangan menunjukkan bahwa Google Play Store merupakan satu-satunya toko aplikasi yang dapat diinstal secara pra-instalasi di perangkat Android, dengan penguasaan pangsa pasar lebih dari 50%. Kebijakan Google dinilai melanggar Pasal 17 dan Pasal 25 ayat (1) huruf b UU No.5 Tahun 1999.
“Google LLC sebagai Terlapor terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 17 dan Pasal 25 huruf b UU Nomor 5 Tahun 1999. Namun, Terlapor tidak terbukti melanggar Pasal 19 huruf a dan b, serta Pasal 25 ayat (1) huruf a,” jelas Majelis Komisi.
Google diwajibkan membayar denda sebesar Rp202,5 miliar selambat-lambatnya 30 hari setelah putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht). Selain itu, Google harus memberikan fleksibilitas kepada developer melalui program UCB untuk meningkatkan pilihan pembayaran dan mengurangi beban biaya layanan.
(del/has/c)