Siapa Boikot APBD Perubahan Bulukumba? Ini yang Sebenarnya Terjadi  

  • Bagikan

BULUKUMBA, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID – Anggaran Perubahan APBD Tahun 2022 dipastikan tidak ada. Ini terjadi setelah Rapat Paripurna Penetapan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Perubahan Kabupaten Bulukumba  Tahun Anggaran 2022 yang dijadwalkan berlangsung Jumat malam,  30 September 2022 tidak digelar karena tidak adanya kesepakatan bersama dan keputusan bersama antara DPRD Bulukumba dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).

Meski begitu, anggota DPRD Bulukumba Fahidin mengklaim bahwa rapat paripurna tetap berlangsung meski tanpa kehadiran TAPD  dan Bupati Bulukumba.  “Kita tetap paripurna kok. Ada foto-fotonya, eksekutif yang memilih tidak hadir,” kata Fahidin kepada RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID.

Informasi yang diperoleh RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID dari sejumlah pihak yang hadir malam itu, menyebutkan, proses pembahasan pada Jumat malam itu memang berjalan alot.  

Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Bulukumba yang dipimpin Sekretaris Daerah Kabupaten Bulukumba Ali Saleng, mempertanyakan program pembangunan gedung Satu Atap (Satap) yang tidak dimasukkan ke dalam risalah. Padahal program tersebut sudah dibahas dan dianggarkan pada APBD Pokok. Bahkan proses lelang telah berjalan.

Bahkan kabarnya undangan paripurna sudah beredar. Tapi sebelum melangkah ke paripurna dipertanyakan lagi soal Satap,   kenapa kok malah tidak dimasukkan dalam risalah.

Kemudian ada dari legislator yang menyebut bahwa kita ketok palu dulu nanti dibahas kemudian. Inilah yang tidak diinginkan TAPD. Karena proses tersebut dinilai melanggar aturan yang ada. Karena tidak ada kesepahaman maka  pihak TAPD menganggap pembahasan yang dilakukan selama ini menjadi tidak berarti sama sekali karena tidak terjalinnya kesepakatan antara eksekutif dengan legislatif terkait program pembangunan.

Pembangunan kantor satu atap (Satap) sendiri merupakan salah satu program prioritas Pemkab Bulukumba di bawah kepemimpinan Andi Muchtar Ali Yusuf dan Edy Manaf.

Andi Muchtar Ali Yusuf, yang dikonfirmasi membenarkan bahwa tidak ada kesepakatan yang terjalin antara Pemkab dengan DPRD.

Menurut Andi Utta, pihak DPRD secara sepihak membatalkan program pemerintah yang sebenarnya telah disepakati dalam rancangan.

Meskipun  APBD perubahan tidak dibahas, namun Menurut Andi Utta pihaknya tetap akan bekerja dan  menjalankan APBD pokok yang ada. “Kita tetap bekerja baik saja. Jalankan program yang sudah ada di APBD Pokok. Masyarakat bisa menilai sendiri kok. Prinsipnya pemerintah itu mau melakukan yang terbaik, program kita untuk kepentingan masyarakat,” katanya.

Kabid Humas Diskominfo Andi Ayatullah juga menambahkan bahwa persetujuan bersama Banggar dan TAPD terkait materi perubahan sebenarnya belum disepakati. Tiba-tiba DPRD secara sepihak ngotot melaksanakan rapat paripurna.

“Padahal substansi dari paripurna itu kan adanya persetujuan bersama antara Bupati dan Ketua DPRD yang ditandai dengan penandatanganan berita acara keputusan bersama oleh keduanya. Berita acara itu juga yang menjadi dasar untuk asistensi atau evaluasi Ranperda Perubahan APBD di pemerintah provinsi Sulsel,” terang Ayatullah.

TAPD juga mengakui bahwa poin penting yang akan disepakati belum selesai dari kedua pihak.  TAPD meminta disepakati dulu baru melangkah ke paripurna.

“Jadi tidak benar kalau ada bahasa boikot. Siapa sebenarnya yang melakukan boikot,” tambah Ayatullah.

Sementara, Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Fahidin HDK menjelaskan bahwa pihaknya mempertanyakan proyek pembangunan kantor Satap yang dianggap proses lelangnya gagal tender, lalu kemudian dipaksakan untuk kembali dimasukkan di APBD-P.

“Jadi kami di DPRD mempertanyakan, ini kenapa ada lelang gagal, lalu kami meminta dokumen-dokumen yang dibutuhkan oleh DPRD untuk memastikan bahwa kegiatan ini prosesnya sudah berjalan baik," katanya.

"Yang kami minta itu adalah dokumen terhadap pembelian tanah di salah satu gedung yang ternyata sampai diberi kesempatan dua hari itu tidak ada. Kami meminta analisa amdal, mengapa bangunan yang masih baru itu harus dibongkar. Permintaan dan jawaban tidak dipenuhi,” lanjut Ketua PKB Bulukumba itu.

Seandainya kata Fahidin, proses tender pembangunan Satap ini berjalan dengan baik di bulan September mungkin waktunya tidak mepet.

“Seandainya mereka melakukan tender berjalan dengan baik di September mungkin kita tidak berani melakukan penghapusan anggaran, tapi karena ini baru tayang, kita ingatkan, sudahlah karena pengalaman kita selama ini banyak kegiatan tahun berjalan membebani APBD berikutnya,” ungkapnya.

Ia mencontohkan di Dinas Pendidikan ada kegiatan DAK, karena keterlambatan sehingga harus ditanggung APBD, pemerintah pusat sudah menarik DAK, kemudian kita sekarang yang tanggung karena harus dibayar itu kontraktor selaku pihak ketiga. Kemudian dasar kita ada 20 paket gagal tender di PUPR itu menunjukan bahwa kita tidak yakini jangan-jangan dikasi anggaran lagi malah bermasalah. Apalagi waktu yang mepet, itu menjadi perhatian kita,” sambung Fahidin.

Fahidin mengungkapkan rencana pembangunan kantor Satap itu bisa dibicarakan nanti di APBD Pokok 2023. Namun harus terlebih dahulu melihat kemampuan keuangan daerah.

Apalagi katanya, sekarang sudah ada surat edaran Presiden yang mewanti-wanti Pemda untuk tidak melakukan kegiatan pembangunan gedung baru karena kondisi perekonomian masih kurang baik dan belum stabil.

“Mereka tetap ngotot mau mengerjakan. Saya bilang ini tidak bisa karena ini Rp24 miliar hanya untuk tiang. Sementara di aturan kalau orang mau pembangunan multiyears maka harus melalui persetujuan DPRD untuk mempertimbangkan di mana ambil anggarannya,” urainya.

Saling ngotot dan mempertahankan pendapat soal APBD Perubahan jelas berimplikasi pada masyarakat. Eksekutif menyebut DPRD memaksakan kehendak karena persetujuan bersama Banggar dan TAPD terkait materi perubahan APBD belum disepakati, malah sepihak melaksanakan rapat paripurna. Sehingga paripurna tersebut tidak diakui. Sebaliknya, pihak DPRD menganggap sudah melaksanakan Paripurna tapi tidak dihadiri eksekutif. Fahidin menyebut Pemda memboikot paripurna, sebaliknya Pemda juga menganggap DPRD memboikot program prioritas Pemerintah Daerah. (ewa)

  • Bagikan