Keturunan Karaeng Tanahberu Tolak  Pengukuhan Kerukunan Keluarga yang Mengatasnamakan Karaeng Tanahberu

  • Bagikan

BULUKUMBA, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID – Rencana pengukuhan Kerukunan Keluarga Karaeng Tanahberu oleh sekelompok orang, menuai penolakan dan kecaman. Sejak beberapa hari terakhir ini, penolakan terhadap rencana pelantikan dan pengukuhan Kerukunan Keluarga Besar Dan Lembaga Adat Karaeng Sadjuang Dg Matasa Karaeng Tanahberu menjadi perbincangan publik khususnya di wilayah Tanahberu, Kecamatan Bonto Bahari Kabupaten Bulukumba.

Selain keluarga pemangku terakhir Kekaraengan Tanahberu, Abdul Patta Karaeng Lolo Karaeng Tanahberu, yang melakukan protes, keturunan dua mantan Kepala Distrik Tanahberu sebelumnya juga secara tegas menyatakan penolakannya.

Mereka adalah keturunan Karaeng Andi Makkasolang Opu Lolo dan keturunan Gallarang Pagarra Daeng Mangemba.

Sejumlah spanduk bertuliskan penolakan terpasang di rumah-rumah warga di Tanahberu.

Di rumah Andi Rosani Karaeng Caya binti Andi Iskandar bin Andi Makkasolang Opu Lolo di jalan poros Bulukumba–Bira, misalnya, terpasang spanduk penolakan itu.

Bukan hanya di jalan poros menuju tempat wisata Bira, di lorong-lorong terlihat sejumlah spanduk penolakan.

Salah seorang cucu mantan Kepala Distrik Tanahberu, Haji Sofyar bin Haji Lassa bin Pagarra Daeng Mangemba, mengaku, memasang tiga lembar spanduk di tiga titik berbeda.

Tiga spanduk itu dipasang di Lapangan Tokambang Bontobahari, depan masjid Raya Bontobahari, dan satunya lagi depan Kantor Cabang Dinas Pendidikan Bontobahari.

Itu dilakukan sebagai bentuk protes dan peringatan agar tidak ada yang seenaknya mengklaim secara sepihak bahwa hanya dia yang berhak menggunakan kata Karaeng Tanahberu untuk nama kerukunan keluarganya.

“Kalau mau bikin kerukunan keluarga Karaeng Sajuang silakan, tetapi jangan gunakan nama Karaeng Tanahberu, karena banyak yang pernah memerintah di Distrik Tanahberu sebelum Karaeng Sajuang. Gunakan saja nama pribadi,” tegas H. Sofyar, Rabu (2/11/22).

Menurut H. Sofyar, jika semua keturunan mantan kepala distrik yang pernah memerintah di Tanahberu mengklaim berhak menggunakan nama Karaeng Tanahberu untuk kerukunan keluarganya, maka itu sangat berpotensi melahirkan konflik sosial.

Itu, karena jauh sebelum Karaeng Sajuang memerintah sudah banyak tokoh yang memerintah, baik yang bergelar Gallarang maupun yang menyandang gelar Karaeng.

Termasuk salah seorang warga keturunan Tionghoa bernama Kinsang.

Hj. Hamrina A. Muri yang juga cucu dari Abdul Patta Karaeng Lolo -Karaeng Tanahberu-  juga mengakui bahwa keluarga besarnya menolak adanya rencana pengukuhan kerukunan keluarga dengan memakai nama Karaeng Tanahberu.

“Kita bahkan sudah bersurat kepada Pak Bupati menyampaikan hal ini. Kalau pelantikan dan pengukuhan itu dipaksakan terjadi maka akan berpotensi memunculkan masalah bahkan gesekan sosial,” kata owner Grand 99 ini.

Hj. Rina menceritakan, kakeknya Abdul Patta Karaeng Lolo merupakan Kepala Distrik Tanaberu terakhir dan terlama memangku jabatan Karaeng Tanahberu. “Kakek saya memerintah sebagai Karaeng Tanahberu selama 28 tahun lebih dari 17 September 1934 sampai 5 April 1962,” ujar Hj. Rina. Sementara Karaeng Sajuang hanya memerintah setahun lebih dan diberhentikan karena alasan kepatutan dan kepantasan sebagai Kepala Distrik Tanahberu kala itu. “Itulah hal yang mendasari sehingga kami menolak jika ada kelompok tertentu yang melekatkan nama Karaeng Tanahberu dalam organisasi yang dibentuknya,” tegas Hj. Rina. (una)

  • Bagikan

Exit mobile version