MAKASSAR, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID -- Draft usulan Dewan Pers dan Task Force Media Sustainability dengan judul "Usulan Jurnalisme Berkualitas dan Tanggung Jawab Platform Digital" sudah diajukan ke kementerian, tahun lalu. Draft itu pada intinya membicarakan klausul Publisher Right Indonesia atau hak penerbit di Indonesia. Lebih jelasnya, apa itu Publisher Right Indonesia?
Mengenal Apa itu Publisher Right Indonesia
Dilansir suara.com, hadirnya Publisher Right dilatarbelakangi oleh dominasi platform digital dalam menyebarkan informasi.
Dewan Pers dan Task Force Media Sustainability mengusulkan hak pengelola media untuk mengatur dan mengurangi dominasi tersebut.
Aturan tersebut dibuat untuk memastikan konvergensi media memberi peluang yang sama antara media massa konvensional dengan media baru, seperti platform over the top (OTT).
Publisher Right itu kemudian dibahas secara serius oleh pemerintah. Nantinya, ketika Publisher Rights disahkan, maka platform digital asing harus bekerjasama dengan perusahaan media Indonesia apabila beroperasi di Indonesia.
Perkembangannya saat ini sudah memasuki tahap Rancangan Peraturan Presiden berjudul 'Kerja Sama Platform Digital dan Media untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas'. Ditargetkan pembahasan selesai pada Maret 2023.
Target tersebut disesuaikan dengan arahan dari Presiden Jokowi pada Hari Pers Nasional, 9 Februari lalu. Dalam kesempatan peringatan hari pers tersebut, Presiden Jokowi menginstruksikan kepada pihak-pihak yang berhubungan erat dengan Publisher Right untuk segera menyelesaikan pembahasan, selambat-lambatnya dalam waktu satu bulan.
Pihak-pihak yang tergabung dalam urusan ini tentu saja Dewan Pers dengan konstituennya antara lain Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), serta Kominfo yang mengajak kementerian/lembaga terkait seperti Kementerian Hukum dan HAM, Sekretariat Kabinet, Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
Meskipun regulasi ini bertujuan baik untuk media massa di Indonesia, namun Google justru memberi pandangan yang berbeda. Google menyatakan ada beberapa pasal dalam regulasi tersebut yang tidak sejalan dengan cara kerja mereka di Indonesia.
Google justru khawatir regulasi tersebut akan memberi dampak negatif pada pengguna di Indonesia dan juga kepada media massa itu sendiri. Sebab Google mengarahkan traffic ke situs penerbit berita sebanyak 24 miliar kali dalam sebulannya.
Traffic tersebut telah memberi peluang keuntungan bagi penerbit atau media massa online untuk mendapatkan pendapatan dari iklan dan juga pengguna yang berlangganan.
Google pun memberi saran agar regulasi dipastikan sesuai dengan kepastian operasional, legal, dan komersial agar tidak ada yang dirugikan. (in)