BULUKUMBA, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID -- Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Bulukumba terus melakukan pendampingan kepada UMKM, khususnya yang bergerak di sektor kerajinan. Tidak hanya membantu promosi dan menjaga kualitas produk, tapi Dekranasda juga menfasilitasi agar kerajinan khas Bulukumba mendapatkan Hak Kekayaan Intelektual (Haki).
Terbaru, Dekranasda Bulukumba menghadirkan dan mendampingi pihak Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Sulawesi Selatan meninjau langsung proses pembuatan tenun Kajang dalam rangka pengurusan Haki dengan Indikasi Geografis (IG).
Tidak hanya tenun Kajang, 4 orang dari Kanwil Kementerian Hukum dan HAM juga meninjau langsung pembuatan tenun kain Bira, Selasa 28 Maret 2023.
Dari dua lokasi kunjungan ke pengrajin tenun kain tersebut, tenun Kajang yang berpotensi mendapatkan Haki Indikasi Geografis.
Beberapa hal atau ciri khas yang menguatkan tenun Kajang dapat memenuhi persyaratan indikasi geografis, antara lain proses pembuatannya tidak ditemukan di pembuatan tenun lain.
"Proses pewarnaannya secara tradisional dengan menggunakan bahan alami. Begitu proses membuat kain menjadi mengkilap dengan digosok menggunakan cangkang keong," ungkap Handariah pengurus Dekranasda yang ikut mendampingi tim dari Kemenkumham.
Proses dan bahan alami yang dimaksud adalah benang yang direndam dalam larutan daun Tarumatau Indigo, kemudian dicampur kapur dan abu kayu.
Ciri khas lainnya, lanjut Handariah adalah proses mengeraskan dan mengkilapkan dengan cara tradisional juga yang dikenal dengan istilah "Garrusu" yaitu kain digosok gosok menggunakan punggung kerang/keong sampai mengkilap.
"Selain itu, corak dan warna tenun Kajang dinilai konsisten, yaitu warna hitam kebiruan dengan corak garis lurus vertikal," tambahnya.
Dikatakan bahwa proses mendapatkan Haki Indikasi Geografis ini membutuhkan waktu sekitar delapan bulan di Kementerian Hukum dan HAM. Menurut Handariah, berdasarkan penjelasan dari pihak Kanwil, kain tenun Kajang yang berpotensi mendapat Haki IG sedangkan tenun Bira kemungkinan besar mendapatkan status Kekayaan Intelektual Komunal (KIK).
Sementara itu Kepala Desa Tana Towa Kecamatan Kajang, Zulkarnain menyampaikan terima kasih atas kunjungan dari Kanwil Kementerian Hukum dan HAM untuk melihat langsung proses pembuatan tenun khas Kajang.
Menurutnya dengan adanya Haki Indikasi Geografis nantinya, maka eksistensi kebudayaan adat Kajang melalui produk kerajinan tenunnya semakin diakui keberadaannya.
"Ini juga akan menjadi perlindungan bagi produk tenun lokal khas Kajang," pintanya.
Sekedar informasi, Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.
Sementara itu, Kajang adalah salah satu suku di wilayah selatan Sulawesi Selatan. Secara turun temurun warga suku Kajang ini tinggal di suatu kawasan adat yang disebut dengan kawasan adat “Ammatoa”
Di dalam kawasan adat ini, warganya memiliki ciri khas di kehidupan sehari-hari dengan berpakaian serba hitam.
Hitam merupakan warna yang kental akan kesakralan, serta mengandung makna persamaan dalam segala hal, kekuatan dan kesederhanaan.
Kain Kajang dibuat oleh wanita suku Kajang sendiri secara tradisional yang diajarkan secara turun temurun. Sebelum menenun mereka harus menentukan hari baik dan merapalkan doa- doa terbaik, untuk mendapatkan warna hitam pada kain.(rls)