Kita Butuh Sinergitas Kebijakan Daerah dalam Kemudahan Pembangunan

  • Bagikan

Oleh: Andi Ilham Mappakangka,.S.Sos,.M.Si.Med

Program pembangunan daerah harus dapat terjalin dalam bentuk koordinasi inter-regional, lintas daerah, pemerintah daerah dan pemerintah pusat serta antar masyarakat. Adanya koordinasi pembangunan artinya, bahwa suatu kegiatan pembangunan harus dapat di modernisasi  sesuai tantangan yang dihadapi. 

Diskursus dalam dinamika kiprah Pembangunan Regional-Daerah dalam skenario Perencanaan Pembangunan Nasional hingga kini, ternyata masih belum berjalan sesuai dengan harapan dan cita-cita Demokrasi dalam arti yang sesungguhnya. 

Di Sana sini masih dapat kita jumpai kekeliruan (distorsi kebijakan), hal itu terjadi tidak hanya karena kesalahan interpretasi elit politik tetapi bisa juga disebabkan oleh lambangnya perputaran roda yang menyentuh potensi kekuatan sosial politik Grassroots. 

Oleh karenanya, kesadaran kultural demokratis dengan paradigma baru kehidupan berbangsa dan bernegara  maka sudah seharusnya diimplementasikan oleh semua elemen masyarakat. 

Meskipun yang lebih berkompeten melakukan pendidikan politik tersebut adalah pemerintah, akan tetapi sumbangsih bagi berbagai pihak atau komponen bangsa non- pemerintah sangat menentukan tumbuh kembangnya dampak positif dan kehidupan demokratis tersebut.

 Sehingga kebijakan pembangunan mestinya dapat mempertimbangkan secara intens dan menjembatani bagaimana terjalin aneka kepentingan (interest), visi misi  dan secara positif antara akuntabilitas  pemerintah terhadap akseptabilitas masyarakat. 

Bahwa langkah strategis pembangunan dapat menempatkan persoalan kepemimpinan diberbagai daerah  melalui skenario Konstitusi (UUD1945) dan Hukum Positif, seperti UU No.23 Tahun 2014 dan UU No. 33 Tahun 2004 masing-masing menjadi rujukan dan aturan main tentang Otonomi Daerah dan Perimbangan Keuangan  antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sekaligus ditopang oleh UU No. 2  Tahun 2008 tentang Partai Politik.

Daerah sebagai tumpuan  masa depan kehidupan bangsa  dan Negara, maka mekanisme pembagian dan pelimpahan wewenang serta tugas dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah perlu ditempatkan berdasarkan pertimbangan konstruktif Geopolitik, Demografis, Geografis dan Kebijakan Global (terutama terhadap daerah dan menjadi sasaran dan tujuan Investasi, potensi Sumber Daya Alam dan lain sebagainya), baik mekanisme pembuatan keputusan maupun langkah strategis kepemimpinan yang mengedepankan pertimbangan strategis, terencana, Manageable, Accountable dan Capable.

Artinya, kesan yang hendak diciptakan dan dikembangkan dalam manajemen pembangunan di segala bidang  harus dengan pendekatan yang totalitas dan maksimal. Totalitas artinya adalah semangat serta teknik manajemen yang bisa membentuk konsolidasi yang kuat karena kondisi sosial kemasyarakatan serta aspek teritorial yang berkembang  pada abad ini bukan lagi menjadi tolak ukur yang jitu.

 Karena penguasaan potensi sumber daya cukup mengandalkan teknologi (How the teknologi changing the political world), sehingga kebijakan hanya satu transitor terhadap kemampuan budaya lokal – tradisi lama mengkoordinasikan efektifitas hubungan kebijakan pada geografis daerah lainnya. Sehingga terbina suatu hubungan lintas daerah, ikatan, aliansi dan kesesuaian yang ditempuh dalam koridor “good governance” dan good corporate governance” serta “global governance” sebagai kesatuan sinergitas kebijakan yang konstruktif.

Dalam konteks ini tentunya berdasarkan realitas daerah-daerah makin lantang menyuarakan reformasi di segala  bidang dan momentum ini dapat dijadikan posisi yang tepat bagi para pembuat kebijakan untuk mencairkan hambatan – hambatan akibat kesenjangan kultural maupun struktural. 

Maka, indicator serta parameter yang terukur dapat menentukan titik fokus pembangunan nasional dan regional. Sehingga daerah yang diharapkan dapat berfungsi sebagai tumpuan dan harapan masa depan bangsa secara urgen membutuhkan  kemampuan strategis,sistematis dan managerial yang sangat diperlukan dalam menyikapi aktivitas, vitalitas dan aktivisme dinamika pembangunan dengan paradigma kehidupan dengan segala dimensinya.

Realitas ini akan menghambat dan membentuk sisi lemah dalam menghadapai perubahan  peta pembangunan nasional, regional, internasional dan global. Artinya, bahwa pendekatan pembangunan melalui kebijakan yang linier (garis lurus) akan menjadi jebakan dengan kondisi quo vadis politik, hukum, ekonomi dan potensi konflik SARA (Suku, Agama dan Ras) yang membahayakan kondisi NKRI-Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sebagai bangsa yang telah teruji oleh berbagai kepahitan serta getirnya pengalaman sejarah  menuju Indonesia bersatu dan merdeka serta proses mengisi kemerdekaan, selanjutnya apresiasi terhadap harapan masyarakat untuk konsepsi dan program aksi pembangunan secara adil, merata dan berkelanjutan .

Sebagai bangsa yang memiliki khasanah  nusantara maka pesona pembangunan di daerah masih menjadi “pekerjaan rumah” yang cukup berat dan kompleks. Karena terlalu banyak kepentingan yang bermain, seperti elit-elit daerah, rendahnya nasionalisme, hak-hak masyarakat yang tertindas. Keterbelakangan sektor ekonomi, politik, pendidikan, keamanan dan kecendrungan deviasi budaya.

Dari realitas tersebut, apakah semua komponen bangsa di daerah khususnya, belum juga dapat menyadari bahwa skema politik pembangunan nasional dan globalisasi telah mengharuskan para pengambil keputusan (decision makers) atau (policy makers) serta stakeholders untuk responsif dengan mekanisme  pasar. Artinya telah semakin nyata bahwa  pahwa pasar menjadi instrumen  yang pra-eminen dalam berbagai alokasi sumber daya sehingga dituntut kemampuan yang tinggi dalam menguasai atau memecahkan persoalan pembangunan.

Partisipasi pemerintah harus mampu menghilangkan gap baik internal maupun eksternal dalam kompleksitas sasaran kepentingan. Hal ini bertujuan untuk mempermudah adanya “power sharing” dalam berbagai pengalaman  dan kemampuan strategis dalam merealisasikan program pembangunan tersebut. Komitmen politik nasional membutuhkan atmospir kehidupan masyarakat yang – to earn a fair living, kesamaan perlakuan, kesempatan, akselerasi, dan konstruksi sistem politik  yang menjamin kondisi dan integrasi politik pembangunan nasional.

Perlu digaris bawahi bahwa adanya berbagai pointers dan parameter pembangunan nasional dan visi pembangunan Daerah (regional development) serta menyusun kerangka pemikiran  dari serangkaian program untuk mempersiapkan elemen atau infrastruktur non – fisik yang dapat memperkuat sikap atas berbagai ketimpangan dan menjadikannya sebagai visi pembangunan nasional yang masih perlu diinventarisir terutama: kondusifitas kehidupan keorganisasian (Parpol, LSM, Ormas).

Metodologi Demokrasi sebagai spektrum gagasan nasional pasca Orde Baru, Pergerakan Reformasi, disintegrasi bangsa, ke lunakan sikap dan keterbukaan manajemen pemerintahan, good governance, ekonomi lingkungan, memandang, menyikapi, dan berkreasi untuk intensitas penyehatan peradaban dan budaya dan bangkit dari krisis, kewaspadaan terhadap karakteristik nasional yang imperial, kesadaran kebangsaan dan bernegara yang konstruktif dan lain sebagainya.

Hingga detik ini kita masih perlu menemukan berbagai pendekatan baru terhadap kecendrungan politik  pembangunan nasional yang masih diwarnai dialektika kekuasaan semata. Sehingga dalam analisis ini akan dikembangkan penjelasan, pengertian, tindakan, sikap dan agenda yang lebih jelas sehingga berbagai sumber daya dan energi  bangsa, negara dan bangsa tetap pada jati dirinya.

Supremasi kepemimpinan nasional  negara terkadang masih saja mengarah pada upaya-upaya penguasaan sumberdaya lokal, nasional, regional dan tukar pengalaman serta studi banding dengan berbagai elemen kekuatan politik dunia global. Upaya tersebut dilakukan sedemikian rupa, tanpa kepedulian pada tata nilai, keyakinan visi dan misi organisasi, pemerintahan negara. Ideologi negara, etika politik, dan lain – lain sebagainya. Karena dari ciri pendekatan politik yang dimainkan oleh berbagai komponen adalah: inspirasi parsial, kekuasaan, kekuatan, jaringan, dana, dan kebijakan.

Dengan angin demokrasi di era reformasi ini memungkinkan berbagai pihak terkait untuk membangun peradaban, sosial, ekonomi, politik dan pertahanan keamanan nasional. Sehingga refleksi pemikiran tentang model kepemimpinan, manajemen pembangunan, keorganisasian, ideologi, kemanusiaan, lingkungan hidup, “future generation”konsep pembangunan berkelanjutan merupakan ornamentik dari dinamika peradaban abad ke 21 yang dikombinasikan dengan aspirasi keterbukaan, pembauran budaya, dan kesadaran jati diri manusia, multietnik, multilingual, multikultur, diberbagai pelosok tanah air, pada berbagai aspek kehidupan dan berbagai problem social – ekonomi, politik dan budaya.

Dalam sudut pandang lain yang sangat menentukan adalah adanya globalisasi yang menjadi monster dalam memperparah persoalan divestasi politik pembangunan nasional harus menjadi perhatian tersendiri. Bahwa dari tingkah laku politik yang ada maka, motif pendekatan empiric quantitatif. Artinya, dalam konteks pembangunan dimana manusia sebagai titik sentralnya dengan segala tingkah laku harus dapat dikembangkan dengan indikasi yang terukur pembangunan nasional perlu dilakukan seirama dengan tuntutan masyarakat, kecendrungan budaya, dalam arti keterbukaan, menyikapi berbagai faktor eksternal yang menciptakan divestasi budaya lokal.

  • Bagikan