BULUKUMBA, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID -- Saat ini Indonesia merupakan negara dengan beban Tuberkulosis (TBC) tertinggi dan menempati posisi ke-2 di dunia setelah India.
Berdasarkan Laporan Global TB tahun 2021, estimasi insiden kasus TB di Indonesia sebanyak 969.000 kasus, 28.000 orang dengan TBC Resisten Obat, 144.000 kematian akibat TBC.
Dari total kasus tersebut, hanya 443.235 kasus atau hanya sekitar 46 persen yang terlaporkan sehingga masih terdapat 525,765 kasus TB yang belum ditemukan dan dilaporkan.
Menyikapi kondisi ini, Dinas Kesehatan Bulukumba melaksanakam pertemuan dan penandatanganan MoU antara Puskesmas dan Klinik/Dokter Praktik Mandiri (DPM) di WoW Cafe, jalan Lanto Dg. Pasewang Bulukumba, Selasa 9 Mei 2023.
Pertemuan tersebut membahas point point kerjasama sebagai mekanisme implementasi dari mekanisme jejaring yang telah dibentuk yaitu District –Based Public Private Mix ( DPPM) di bawah koordinasi Dinas Kesehatan.
Pengelola Program Tuberkulosis Dinas Kesehatan, Ahmad menyampaikan bahwa jumlah kasus TB di Kabupaten Bulukumba Tahun 2022 diperkirakan sebanyak 1.533 kasus, namun yang ditemukan baru mencapai 767 atau sekitar 50,2 persen. Dari jumlah yang ditemukam tersebut termasuk 14 kasus TBC Resisten Obat, 60 kasus anak dan 16 kematian akibat TBC.
"Ada sekitar 766 kasus yang belum ditemukan sehingga berpotensi menularkan kepada 10-15 orang di sekitarnya," ungkap Ahmad.
Kondisi ini, lanjutnya dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk stigma yang buruk mengenai penyakit Tuberkulosis. Orang dengan gejala TBC, kata Ahmad malu memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan terutama fasilitas kesehatan milik pemerintah, sehingga pasien datang pada kondisi TBC sudah dengan kerusakan jaringan paru yang parah misalnya muntah darah.
Bahkan menurutnya, ada yang menganggap bahwa penyakit TBC tersebut disebabkan oleh guna-guna dan tidak bisa disembuhkan. Padahal penyakit TBC ini bisa disembuhkan dengan pengobatan yang teratur sesuai anjuran petugas kesehatan.
Lebih jauh dikatakan, sebagian besar penderita mencari pengobatan di fasilitas kesehatan swasta dan pengobatan mandiri dengan membeli obat di apotik. Namun sayangnya obat yang dibeli tergantung kemampuan bujet yang dimiliki oleh pasien. Sementara Pemerintah Pusat melalui Program Tuberkulosis telah menyiapkan dan dapat diperoleh secara gratis.
"Kebanyakan terputus minum obat karena tidak mampu lagi membeli obat TBC yang mahal, sehingga pengobatannya tidak sesuai strategi Dots dan memicu terjadinya TBC resistensi Obat," terangnya.
Potret perilaku penderita TBC ini sejalan dengan kajian Patient Pathway Analisys, tahun 2017 menyatakan bahwa 74 persen masyarakat dengan gejala TB dalam hal mencari pengobatan awal lebih memilih fasilitas layanan kesehatan (Fasyankes) swasta. Rasio pencarian pengobatan di Fasyankes swasta paling besar ada di farmasi/apotek (52%), DPM (19%) dan Rumah Sakit (3%).
Ketua Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Cabang Bulukumba Haslianto, berjanji akan melakukan pemantauan langsung ke apotik dan menghimbau untuk tidak menjual obat Tuberkulosis sekaligus menghimbau petugas apotik agar dapat mengedukasi orang dengan gejala TBC untuk memeriksakan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Selain MoU, kegiatan ini dirangkaikan dengan peningkatan kapasitas bagi petugas pelayanan di Kabupaten Bulukumba dan dihadiri beberapa pimpinan/ perwakilan Klinik dan DPM, organisasi Profesi Kesehatan seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia(IAI) dan Pengelola Program Tuberkulosis puskesmas.
Kegiatan tersebut dibuka oleh Sekretaris Dinas Kesehatan Moh. Rifai mewakili Kadis dengan menghadirkan 2 pemateri dari organisasi profesi. Yaitu dr. Hamka, Hj. Kasmarinda dan Anugrawansyah.
Untuk mengurangi korban penderita TBC, Moh. Rifai menghimbau fasilitas kesehatan kesehatan pemerintah dan fasilitas kesehatan swasta untuk dapat berjejaring dengan baik sebagaimana yang dibahas pada point point MoU tanpa merugikan salah satu pihak.
"Kita harus terus berkoordinasi untuk memperbaiki kondisi capaian program Tuberkulosis di Kabupaten Bulukumba dalam rangka mencapai target Eliminasi Tuberkulosis pada tahun 2030," pintanya. (rsl)