Dumpi Eja, Jejak Kelezatan dan Simbolisme dalam Tradisi Pernikahan Suku Kajang Bulukumba

  • Bagikan

BULUKUMBA, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID -- Sebuah rumah panggung yang terbilang masih tradisional di sebuah desa, dengan bangunan yang terbuat dari kayu. Rumah yang menggambarkan gaya hidup masyarakat pada masa lampau yang memiliki nilai-nilai tradisional yang kuat dalam kehidupan sehari-hari dan kini menjadi budaya leluhur.

Di rumah itulah terlihat suasana yang penuh dengan keceriaan. Cahaya matahari pagi memasuki ruang dapur yang hangat, menerangi kegiatan ibu-ibu yang sedang asyik meramu adonan kue dalam baskom besar.

Mereka tertawa riang sambil saling bercerita, membagi resep-resep tradisional, sementara aroma harum gula memenuhi udara.

Salah satunya adalah Ibu Indah, seorang wanita berusia 58 tahun yang tengah mengolah adonan kue khas dari Kabupaten Bulukumba.

Lebih tepatnya, kue khas ini berasal dari Suku Kajang, terletak sekitar 56 kilometer dari pusat kota Bulukumba.Saya memberanikan diri untuk menghampiri dan mencoba mengajak ibu Indah bercerita. “Maaf ibu, saya Nabila. Apa boleh saya tanya-tanya tentang kue yang ibu buat itu?,” ujarku dengan rasa malu. “Iye bolehji nak,” jawab ibu Indah sambil mengaduk adonan di depannya.

Di atas api yang berkobar di dapur, terdapat wajan yang memuat minyak mendidih. Suasana di sekitarnya begitu hangat, bersemi aroma harum dari minyak yang siap untuk memulai karyanya.

Ibu Indah menjelaskan, kue tersebut adalah Dumpi Eja atau dikenal sebagai kue merah, yang menjadi salah satu kuliner khas Suku Kajang.

Tapi asal-usulnya masih menjadi misteri bagi sebagian besar warga Kajang, termasuk Ibu Indah. “kalau awal mulanya dibuat itu kue tidak kutauki misal tahun berapa, tapi turun temurunji itu dibuat kue,” ujar Indah pada Minggu, 10 Desember 2023.

Kekhasan kue ini tidak hanya dari rasanya yang kenyal, tapi juga dari bahan-bahan sederhananya: beras ketan putih dan gula merah. Proses pembuatannya membutuhkan kesabaran dan ketelitian. Meski alatnya telah berubah dari wajan tanah liat (dapo‟) dan kayu bakar menjadi wajan besi dan kompor elpiji.

Ibu Indah membagikan rahasia cara buatnya. “cara buatnya itu gampang gampang susahki, rendam dulu beras ketan putih selama satu jam, setelah direndam tapiskan ke tempat lain dan buang airnya.

Kalau sudah kering beras ketannya dipabrik sampai halus, setelah itu siapkan gula merah yang sudah dihaluskan lalu campurkan beras ketan yang sudah dihaluskan tadi.

Setelah itu remas-remas sampai gula tercampur merata dengan beras ketannya, lalu beri air secukupnya sampai kental-kental. Jika adonan kue tersebut menurutnya sudah bagus, maka diamkan selama satu hari lalu di buatmi atau digorengmi,” tuturnya dengan detail.

Selain itu, ia juga menambahkan bahwa kue ini memiliki potensi gagal apabila gula yang digunakan kurang.

“kalau misal kurang gulanya biasa hancurki itu kue, jadi tambahkanki gula lagi,” lanjutnya.

Bagi warga Kajang, Dumpi Eja adalah kue yang harus ada dalam acara adat seperti kalomba atau pernikahan. Bahkan, kue ini menjadi hadiah penting bagi pengantin. "Setiap acara adat, pasti ada Dumpi Eja," tambah Anto salah seorang warga Kajang, pada Sabtu, 9 Desember 2023.

Dalam kegiatan adat pernikahan, kehadiran Dumpi Eja menjadi salah satu simbol budaya yang tak tergantikan di Bulukumba Kajang. Tradisi 'berebut Dumpi Eja' terus dilestarikan hingga saat ini sebagai bagian tak terpisahkan dari perayaan pernikahan.

Konon, Dumpi Eja dianggap sebagai sesuatu yang 'wajib' dinikmati dalam acara pernikahan adat. Sebuah kepercayaan yang masih berkembang, terutama bagi mereka yang masih lajang, diharapkan dengan memakan Dumpi Eja dapat segera menemukan "Jodoh".

"Nenek dulu itu sering bilang kalau ke acara perkawinan jangan lupa makan dumpi eja biar cepat juga nikah," pungkas anto.

Berat dari kue ini juga bervariasi, tergantung dari besarnya bakupuli (bakul) dan kemampuan yang mempunyai hajatan.

Rukaya (65) seorang warga penikmat Dumpi Eja. Dengan kejelasan yang ia sampaikan, memberikan wawasan tentang ketersediaan dan kesesuaian Dumpi Eja dalam acara pernikahan Suku Kajang.

Sebagai hidangan tradisional, kue ini tak hanya menjadi seserahan tetapi juga menjadi favorit bagi para tamu undangan. Sementara kopi atau teh hangat menjadi pasangan yang ideal bagi kelezatan kue ini, menambah aroma keakraban dalam setiap sajian.

Keberadaan Dumpi Eja yang mudah ditemukan dalam setiap perayaan pernikahan Suku Kajang, menunjukkan bahwa tradisi ini bukan hanya sekadar kuliner, tapi juga simbol kebersamaan dan kekayaan budaya yang terus dijaga.(*)

Penulis: SRI NABILA SAFNAEditor: SUPARMAN
  • Bagikan