BULUKUMBA, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID -- Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Bulukumba, Muhammad Nur Al Ala, menyoroti minimnya kehadiran negara dalam persoalan yang dihadapi umat Katolik terkait pembangunan rumah ibadah.
Ala mengatakan bahwa penolakan terhadap pembangunan gereja di lingkungan mayoritas Muslim bukan hal baru dan masih menjadi persoalan yang berulang, termasuk di Bulukumba.
"Masalah ini terus berulang, dan ini sudah lama diperjuangkan oleh teman-teman. Tapi kenapa ini tidak ada jalan keluar karena kita melihat peran negara yang minim," ujarnya.
Ia menegaskan, meskipun ada penolakan warga, pemerintah semestinya hadir untuk menengahi dan memfasilitasi lokasi pembangunan rumah ibadah sesuai aturan yang berlaku.
Sebagaimana diketahui, pendirian rumah ibadah di Indonesia diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006. Regulasi ini mensyaratkan minimal 90 orang pengguna rumah ibadah dengan bukti fotokopi KTP, serta dukungan tertulis dari sedikitnya 60 warga sekitar.
Namun dalam ketentuan yang sama, jika jumlah pengguna rumah ibadah telah terpenuhi tapi dukungan warga belum tercapai, maka pemerintah daerah wajib memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan.
Wakil Ketua Stasi Bulukumba, drg. Antony, mengonfirmasi bahwa jumlah umat Katolik di Bulukumba telah memenuhi syarat administratif. Namun, pihaknya masih menghadapi hambatan berupa penolakan dari warga sekitar.
"Saya juga tidak tahu kenapa kami ditolak, olehnya kami ingin duduk bersama untuk menemukan jalan keluar," kata Antony.
Ia berharap agar pemerintah berperan aktif membantu umat Katolik dalam mendirikan tempat ibadah permanen yang layak dan sesuai dengan kebutuhan umat.
Untuk diketahui, rumah ibadah bagi umat Katolik bukan sekadar bangunan fisik. Gereja memiliki fungsi sentral sebagai tempat merayakan Misa, sakramen-sakramen penting, serta ruang perjumpaan dengan Allah yang hadir nyata dalam Sakramen Mahakudus.
Selain itu, gereja juga menjadi ruang kebersamaan umat, tempat pendidikan iman, dan pusat kegiatan sosial-keagamaan. Keberadaannya menjadi simbol kehadiran dan kesaksian iman di tengah masyarakat yang plural.
Selama ini, umat Katolik di Bulukumba hanya dapat beribadah di Gedung PKK yang sifatnya sementara dan sangat terbatas secara fungsi. Kondisi tersebut dinilai tidak mampu menggantikan peran gereja secara utuh.****