Lampion Imlek Miliki Makna Sebagai Simbol Tolak Bala, Ini Sejarahnya

  • Bagikan

RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID — Lampion imlek atau lentera merupakan dekorasi yang menjadi ciri khas di setiap perayaan Tahun Baru China. Lampion juga menjadi salah satu simbol dari budaya Tiongkok yang paling terkenal di seluruh dunia.

Setiap tahun, festival lampion biasanya banyak diadakan di berbagai daerah sebagai penanda akhir dari perayaan Imlek yang jatuh pada hari ke-15 bulan lunar pertama.

Asal mula kemunculan lampion tradisional China sebenarnya murni digunakan sebagai alat fungsional, yakni sebagai salah satu sumber penerangan.

Namun, menurut beberapa sejarawan mengatakan, bahwa lampion juga memiliki makna sebagai simbol tolak bala. Simak ulasan selengkapnya dilansir dari berbagai sumber, Minggu (29/1/2022):

Perayaan Tahun Baru Imlek memang sangat identik dengan pemasangan lampion atau lentera sebagai dekorasi. Menyambut Imlek, lampion-lampion biasanya dipasang di setiap sudut rumah, jalan-jalan, dan di berbagai tempat umum. Lampion dibuat dalam berbagai bentuk, ukuran, dan warna.

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa fungsi lampion pada awal diciptakan ialah murni digunakan sebagai alat penerangan. Disebutkan, bahwa orang zaman dulu yang membutuhkan cahaya penerangan menemukan cara untuk melindungi lilinnya, yakni dengan mengelilingi lilin menggunakan kertas agar lilin tidak padam tertiup angin.

Jadi, pada zaman dahulu kertas yang digunakan dalam membuat lampion tidak selalu berwarna merah. Orang-orang kemudian mulai mendekorasi penutup lampion dengan karakter Cina, gambar, dan warna yang berbeda.

Dari sinilah, praktik mendekorasi dan mewarnai lampion berasal. Fungsi dari lampion juga mulai bergeser dari waktu ke waktu. Saat ini, penggunaan lampion Cina kebanyakan bertujuan untuk dekorasi, ritual, dan perayaan. [khu]
Lampion atau lentera pada zaman dulu dibuat dari rangkai bingkai bambu, kayu, atau jerami gandum. Kemudian, diletakkan lilin di tengahnya dan merentangkan sutra atau kertas di atas untuk membuat nyala api tidak akan tertiup angin.

Setelah orang-orang dari Dinasti Han Timur kuno (25-220 M) menciptakan lampion tersebut, di kemudian hari lampion lalu diadopsi oleh para biksu Buddha sebagai bagian dari ritual ibadah mereka pada hari ke-15 bulan pertama kalender lunar.

Atas perintah seorang kaisar, orang-orang bergabung dalam ritual itu lalu menyalakan lentera untuk menghormati Buddha dan membawanya ke istana di Luoyang.

Saat dinasti itulah kemudian momen tersebut berubah menjadi sebuah festival yang dirayakan setiap tahun. Pada hari ke-15 kalender lunar, orang China akan merayakan festival yang disebut Festival Lentera. Hal itu dianggap sebagai akhir dari tahun baru China.
Meski awalnya ditemukan hanya sebagai sumber penerangan, lampion atau lentera ternyata juga disebut sebagai simbol tolak bala. Warna merah yang identik dengan lampion itu menggambarkan pengharapan di tahun baru agar segala kesedihan dan kegelapan sirna dan digantikan kebahagiaan.
Adapun makna warna merah di perayaan Imlek sekaligus pada lampion, di antaranya:

1. Lambang Kebahagiaan

Imlek diidentikkan dengan warna merah, masyarakat Tionghoa mengaitkan warna merah menjadi warna keberuntungan, keberhasilan, pembawa nasib baik, dan sumber kebahagiaan.

Melansir dari laman Liputan6, seorang budayawan sekaligus peneliti David Kwa mengatakan, warna merah memiliki makna bagi masyarakat Tionghoa yang artinya lambang kebahagiaan. Masyarakat Tionghoa percaya, pada tahun baru mereka akan mendapatkan kebahagiaan selalu.

David Kwa menjelaskan, bahwa warna merah merupakan unsur dari “yang”. Warna merah yang juga warna panas, warna matahari, api diharapkan dapat memberikan suasana kebahagiaan.

2. Simbol Kebaikan Hati

Disebut juga jika karakter warna merah atau ‘hung’ identik dengan karakter ‘makmur’. Jadi, warna merah disukai oleh orang Tionghoa. Warna merah juga disebut sebagai simbol dari kebaikan hati, kebenaran, dan ketulusan. ***

  • Bagikan