Pendanaan Parpol dan Beberapa Tawaran Alternatif

  • Bagikan
Irham Abdika, Mahasiswa S2  Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI)

Noam Chomsky dalam “Failed States: The Abuse of Power and the Assault on Democracy” (2006) mengungkapkan bahwa sebuah negara menjadi gagal disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya tidak menghargai dan menjamin hak-hak dasar warganya, mengabaikan hukum dan perjanjian internasional, dan yang tidak kalah pentingnya adalah kegagalan dalam mempertahankan keberfungsian institusi demokrasi. Kata kuncinya ialah tata kelola institusi demokrasi. Pada bagian akhir inilah partai politik sebagai salahsatu institusi demokrasi mendapatkan urgensi dan relevansinya.

Demokrasi berikut dengan segala institusi di dalamnya memang merupakan salah satu gejala menarik setelah Perang Dunia ke-2, terutama setelah berakhirnya Perang Dingin. Suka atau pun tidak, saat ini banyak negara yang mengadopsi demokrasi sebagai sistem kelola pemerintahannya, termasuk Indonesia. 

Hal ini dibuktikan dengan dimasukkannya prinsip-prinsip demokrasi ke dalam konstitusi, diantaranya seperti jaminan HAM, penyelenggaraan pemilu untuk sirkulasi kepemimpinan, pemisahan dan pembagian kekuasaan, peradilan yang bebas dan mandiri dan lain seterusnya.

Demokrasi memang disadari bukan konsep dan sistem politik yang sempurna. Seperti yang diungkapkan oleh Robert Dahl bahwa demokrasi bukanlah the best tetapi the second best. Atau ringkasnya ia terbaik diantara sistem politik yang ada, sebab demokrasi dianggap lebih memungkinkan hak asasi manusia lebih dihormati, pemimpin dipilih bersama, dan publik dimungkinkan berpartisipasi dalam pemerintahan.

Perihal Partai Politik

Partai Politik merupakan instrumen utama demokrasi. Pemerintahan demokrasi adalah juga pemerintahan partai, demikianlah yang diungkapkan oleh Kenneth Newton dan Jan W. Van Deth (2010).  Baik atau pun buruk, suka atau pun tidak, kita mesti mengakui secara terusterang bahwa partai politik telah merambah jauh ke dalam semua aspek pemerintahan dan kehidupan sosial kita, terutama di negara-negara demokrasi. Karena itu, antara demokrasi dan partai politik merupakan dua hal yang sulit—untuk tidak mengatakan tidak mungkin—dapat dipisahkan. Ia berbeda, tapi tak terpisah. 

Bicara demokrasi, berarti juga bicara partai politik. Sekali pun partai politik bukan segalanya, tapi di dalam demokrasi, partai politik menjadi komponen elementer. Tidak satu pun negara demokrasi yang tidak memiliki partai politik. Artinya partai politik memiliki kedudukan yang fundamental dalam demokrasi.

Undang-undang Partai Politik mendefinisikan Partai Politik sebagai organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Format Ideal Pendanaan Parpol

Sebagai organisasi penghubung antara civil society dan suprastruktur politik (legislatif dan eksekutif) maka partai politik menjalankan peranan penting. Tentu saja peranan tersebut memerlukan pendanaan yang relatif cukup besar untuk mendukung terlaksananya peranan tersebut.

Problemnya adalah kebutuhan dana yang relatif besar untuk menggerakkan roda partai di satu sisi, dan bantuan dana dari negara yang sangat terbatas di sisi lain, membuat partai amat bergantung pada sumbangan orang per orang atau kumpulan orang. Karena itu saat ini hampir semua partai menggantungkan dirinya pada dana yang berasal dari pengurus partai. 

Akibatnya, pengaruh elite pengurus partai menjadi sangat besar dalam menentukan arah kebijakan partai. Sedikit banyak inilah yang menyebabkan oligarki tumbuh di tubuh partai. Partai yang mestinya menjadi produsen demokrasi malah dijalankan secara tidak demokratis.

Dengan kuasanya, para elite menjadikan partai sebagai kendaraan untuk mewujudkan kepentingan pribadi dan atau kelompoknya. Kondisi seperti di ataslah yang menjelaskan penyebab proses pendanaan partai politik di Indonesia, relatif rentan terhadap potensi korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Partai politik, sebagai “pabrik” yang memproduksi para politisi, membutuhkan dana besar untuk membiayai program-program kegiatannya. Kondisi inilah yang menjelaskan mengapa pendanaan partai di Indonesia relatif rentan korupsi. Sumber pendanaan konvensional, yakni iuran anggota, belum mampu menutup biaya kegiatan partai selama setahun.

Bahkan, pada sejumlah partai, iuran anggota sudah tidak lagi berjalan optimal dan berkesinambungan. Negara, melalui pemerintah, perlu mengambil peran untuk mendanai kebutuhan finansial partai. Walaupun begitu, dana yang berasal dari bantuan politik pemerintah (dan, pemerintah daerah) belum mampu membiayai kebutuhan operasional partai yang sangat besar. Faisal, Bariroh Barid, dan Didik Mulyanto (2018) dalam “Pendanaan Partai Politik di Indonesia: Mencari Pola Pendanaan Ideal untuk Mencegah Korupsi” mengungkapkan bahwa terdapat tiga opsi dalam membenahi pola pendanaan partai di Indonesia. Opsi pertama adalah subsidi 100 persen dari negara. Opsi ini menghendaki seluruh pengeluaran partai dibiayai oleh negara. 

Dengan opsi ini tidak ada sumber keuangan lain yang diperbolehkan masuk untuk partai, termasuk sumbangan dana kampanye dari para kandidat.
Opsi kedua adalah menaikkan jumlah bantuan politik. Pola ini mengharapkan adanya peningkatan besar bantuan politik dari pemerintah. Oleh karena itu, alternatif kedua ini bisa menjadi pilihan untuk diterapkan agar dapat menaikkan jumlah dana bantuan politik dari pemerintah. Opsi ketiga adalah meniru model Turki. Partai-partai di Turki mendapatkan 0.0004 persen dari pendapatan negara. Nilai ini dibagi-bagi untuk partai yang lolos parliamentary threshold (sebesar 10 persen) dan disesuaikan dengan jumlah suara yang didapatkan.

Partai yang tidak lolos, namun mendapatkan lebih besar dari 7 persen suara, juga mendapatkan subsidi tapi dengan jumlah yang lebih sedikit. Tetapi yang utama, perlu diperkuat tanggungjawab transparansi dan akuntabilitas.

Reformasi pada suatu sistem tidak akan sukses bila hanya diterapkan di suatu bagian tanpa mengatur bagian lain, misalnya soal transparansi. Namun, pembiayaan partai politik harus didahulukan. Tanpa itu, politikus tidak memiliki inisiatif dan kesadaran untuk mengurangi penggalangan dana ilegalnya. Dapat diyakini bahwa partai yang didanai secara cukup oleh negara cenderung tidak terlalu korup dan tidak oligarkis dibandingkan partai yang tidak didanai secara memadai oleh negara. Harapan utamanya sebetunya ialah agar partai tidak tersandera oleh kepentingan politik pemberi dana.

  • Bagikan