JAKARTA, RADARSELATAN.FAJAR.CO.ID -- Peneliti senior Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unan) Sumatera Barat, Feri Amsari menilai pimpinan KPK harus bertanggungjawab atas penetapan tersangka Kabasarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi sebagai tersangka. Oleh karena itu, seharusnya pimpinan KPK tidak boleh menyalahkan penyelidik dan penyidik yang bekerja di lapangan.
“Sesuai ketentuan Pasal 39 ayat 2 UU KPK bahwa seluruh proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan di KPK itu di bawah pimpinan KPK. Sehingga penentuan tersangka dan segala macam tentu dikoordinasi oleh pimpinan KPK,” kata Feri kepada wartawan, Sabtu (29/7).
Feri menambahkan, titik kesalahan dari kisruh ini tetap bermuara ke pimpinan KPK karena tidak memahami Undang-Undang KPK. Akibatnya terjadi kesalahan prosedur.
“Itu sesungguhnya kealpaan besar itu ada di pimpinan KPK yang tidak memahami juga ketentuan Pasal 42 UU KPK yang menyatakan bahwa proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan untuk perkara yang berkoneksitas itu dipimpin oleh KPK juga," ucap Feri.
“Artinya, KPK tidak menyadari batasan-batasan kewenangannya, sehingga kemudian penetapan tersangka melampaui batas kewenangan, padahal mestinya dikoordinasikan dengan baik," imbuhnya.
Menurut Feri, jika pimpinan KPK paham dengan aturan, kesalahan ini tidak akan terjadi. Dalam kasus OTT dugaan suap di proyek Basarnas ini, semestinya pihak KPK terus berkoordinasi dengan TNI.
“Meskipun semangat reformasi terhadap perjuangan korupsi menginginkan kalau kasus extraordinary crime tindak pidana korupsi itu melalui peradilan biasa, tapi secara praktik, dan berdasarkan ketentuan (Pasal) 42 tadi, mestinya KPK sadar memang KPK berwewenang untuk melakukan OTT, tapi tahapan-tahapan berikutnya harus dikoordinasikan dengan Mabes TNI," jelasnya. (fajar)